Article on HELLO! Indonesia, Edisi Maret 2015. Boyce Avenue
BERAWAL DARI MEDIA SOSIAL
BOYCE AVENUE
INGIN RAIH PENGHARGAAN MUSIK DUNIA
Boyce Avenue adalah satu kelompok band asal Florida, Amerika Serikat yang melejitkan namanya lewat jejaring sosial YouTube. Mereka dianggap sukses membawakan versi lain lagu milik beberapa musisi ternama dunia. Diawali dengan tembang Before It’s too Late milik Goo Goo Dolls tujuh tahun lalu, tiga bersaudara ini sukses menjaring lebih dari dua juta penonton di saluran YouTube mereka. Disusul dengan lagu milik Rihanna berjudul Umbrella yang melejit hingga 11 juta penonton. Mereka telah memiliki lebih dari enam juta penggemar yang berlangganan di saluran mereka.

Dalam kunjungan keempat mereka ke Indonesia, HELLO! Indonesia berkesempatan berbincang dengan Boyce Avenue. Mereka pun menceritakan tentang pencapaian dan mimpi terbesar mereka dalam dunia musik.

TUMBUH BERSAMA DENGAN MUSIK 
Dikenal sebagai band dengan aliran musik akustik dan melodic rock, Boyce Avenue yang terbentuk di wilayah Sarasota, Florida ini terdiri dari tiga orang kakak-beradik bernama Alejandro Luis Manzano, Daniel Enrique Manzano dan Fabian Rafael Manzano. Tumbuh dalam keluarga yang sangat menghargai musik, mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk membentuk satu grup band setelah menyelesaikan pendidikan tingginya pada tahun 2004. Dimulai dengan tampil di berbagai pertunjukan lokal, kakak-beradik ini akhirnya memutuskan untuk memperkenalkan dan berbagi ide tentang musik mereka secara lebih luas pada tahun 2007. Alejandro mengaku bahwa orangtua mereka lah yang menjadi pendukung utama mereka terjun secara total ke dunia musik.

“Kami bertiga mulai bermain musik sejak usia yang terbilang cukup muda. Beruntung saat itu kedua orang tua kami sangat memahami dan mendukung dengan baik. Saat kami ingin mulai mempelajari berbagai instrumen musik seperti gitar, piano, bass dan sebagainya, mereka adalah orang-orang yang memberi dukungan terbesar,” ujar Alejandro, anak kedua dari tiga bersaudara Manzano yang berperan sebagai vokalis utama.

“Kami sangat menghargai satu sama lain. Saya rasa kami memang tidak memiliki banyak pilihan mengingat kami bertiga adalah saudara kandung,” ujar Daniel tergelak. “Sedih rasanya jika di antara kami ada yang berkelahi. Mengingat sejak kecil kami selalu menjadi teman baik dan juga mengenal pribadi satu sama lain dengan sangat baik. Hal ini juga yang membuat kami menikmati saat bekerja sama. Saya ingin band ini bisa selalu bersama,” tambahnya sembari tersenyum.

Menyandang titel sebagai artis YouTube tampaknya tidak menjadi beban tersendiri bagi mereka yang sudah menelurkan dua album ini. “It’s fine for us, mengingat kami mendapatkan pengakuan di dunia musik profesional memang melalui YouTube. We don’t bother the way how they recognize us,” tutur Alejandro.

“Kami sangat beruntung bahwa musik kami bisa diterima oleh masyarakat luas. Semuanya dimulai saat seorang penonton memberitahukan kepada temannya tentang kehadiran kami di YouTube. Mengingat bahwa YouTube adalah situs internasional, maka musik kami pun akhirnya ikut tersebar ke seluruh penjuru dunia. Ini adalah hal yang sangat besar dan juga membanggakan bagi kami,” papar Alejandro lagi.

“Kami juga menghargai saat para penggemar tahu bahwa kami memiliki lagu asli karya kami sendiri, disamping lagu musisi lain yang kami bawakan. Hal yang membahagiakan adalah saat mendengar para penggemar bisa menyanyikan bersama lagu milik kami sendiri saat mereka hadir dalam satu pertunjukan. Those are true fans,” kata Fabian menambahkan.

MENGERJAKAN ALBUM KETIGA 
Band yang namanya diambil dari dua nama jalan tempat mereka bermain di masa kecil ini menuturkan bahwa inspirasi mereka dalam bermusik datang dari banyak musisi seperti John Mayer, Foo Fighter. Oasis, Cold Play serta Lionel Richie. “Kami juga tumbuh besar dengan jenis musik Motown seperti Jackson Five, Temptations, Diana Ross dan juga Boyz II Men. Para penyanyi fenomenal dengan lirik lagu dan suara yang sangat hebat,” ujar Daniel.

Saat ditanyakan mengenai kegiatan yang sedang mereka kerjakan, Alejandro mengatakan bahwa mereka terbiasa melakukan beberapa perkerjaan secara bersamaan. “Saat ini kami masih terus melakukan rekaman video untuk saluran YouTube milik kami, beberapa pemotretan untuk clothing line Boyce Avenue, pertunjukan keliling dunia dan juga proyek besar di tahun 2015, yaitu album ketiga Boyce Avenue yang berisi lagu asli milik kami,” jelas Alejandro.

“Proyek ini sudah sampai pada proses rekaman suara, kami melakukannya di Los Angeles, AS. Bersama dengan Espionage Team, orang-orang yang juga pernah bekerja sama dengan para musisi hebat seperti Train, Beyoncé dan juga Chris Brown,” tambah sang sulung Daniel.

“Mengingat banyak dari para penggemar yang mengenal kami sebagai grup yang membawakan versi lain lagu milik musisi kenamaan. Maka membuat para penggemar mengetahui bahwa kami juga memiliki lagu sendiri sangatlah penting. Lagu yang kami tulis dan kerjakan sendiri, bukan milik musisi lain,” tandas Fabian, bungsu yang memainkan instrumen gitar dalam band.

PENGGEMAR ADALAH SEGALANYA
Menyadari bahwa namanya besar karena peran penggemar, Boyce Avenue mengatakan bahwa para penggemar adalah segalanya. “Kami tidak bisa melakukan apa pun tanpa mereka, dan mereka bagaikan anugerah bagi kami,” ujar Alejandro.

“Orang luar mungkin melihat proses menciptakan musik adalah hal yang menyenangkan, tetapi sejujurnya prosesnya cukup berat, dan tekanan itu bertambah jika hal yang kau harapkan tidak kunjung datang. Sementara itu, alasan utama untuk selalu bersemangat adalah saat melihat reaksi dari para penggemar yang mendengarkan dan menonton hasil pekerjaan tersebut. Itu juga alasan kami sering melakukan pertunjukan langsung, agar bisa bertemu dengan mereka (penggemar). Kami amat mencintai penggemar kami,” papar Fabian bersemangat.

“Kami ingat saat pertama kali mengunggah video di YouTube dan ratusan orang menyaksikannya. Itu adalah hal yang luar biasa, belum lagi ketika video tersebut lalu ditonton oleh jutaan orang. Itu adalah satu kehormatan bagi Boyce Avenue. Sekarang
semua menjadi satu tanggung jawab tersendiri bagi kami. Bayangkan jika band favorit Anda menghilang atau bubar, bagi saya pribadi hal itu akan menghancurkan saya. It’s crazy when we think, out there we are somebody’s favorite band,” tambah Alejandro.

PENGHARGAAN MUSIK TINGKAT DUNIA
Berbicara mengenai mimpi, Boyce Avenue mengatakan mereka sangat ingin berkolaborasi dengan musisi dunia seperti John Mayer, Bryan Adams, Katty Pery dan juga Mariah Carey. 

“Kami menunggu kesempatan itu datang menghampiri. Selain itu kami juga ingin bisa meraih penghargaan musik dunia seperti Grammy atau Video Music Award MTV. Mengingat kami tumbuh sambil menonton pertunjukan itu,” ujar Daniel, yang memainkan instrumen perkusi dan juga bass.

“Kami ingin bisa terus melakukan yang kami lakukan saat ini. Kami mencintai hal yang kami kerjakan. Bisa bermain di dalam satu pertunjukan musik tunggal yang dihadiri oleh ratusan ribu penggemar pastinya sangat menyenangkan,” tutup Alejandro mengakhiri perbincangan sore itu.

TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO: DOKUMEN ISTIMEWA

Sumber: Majalah HELLO! Indonesia, March 2015 Edition
Rubrik: Celeb News
 
Ps: Its such a dream come true having them interviewed by me.
Best luck for everything guys!!
Article on HELLO! Indonesia, Edisi Maret 2015. Shelomita & Reuben Elishama
LAHIR DI KALANGAN SENIMAN
SHELOMITA & REUBEN ELISHAMA
TUMBUH BERSAMA DALAM MUSIK
___________________________________________
“Hasrat bermusik sudah mengalir dalam darah kami”



Sore itu awan mendung masih terus saja bergelayut di langit Selatan Jakarta, namun cuaca yang kurang bersahabat tidak menjadi halangan bagi kakak-beradik Shelomita dan Reuben Elishama untuk datang memenuhi janjinya kepada HELLO! Indonesia. Kehangatan pun menyeruak di ruangan selama proses pemotretan dan wawancara. Keakraban kental terasa di antara dua bersaudara ini. Tumbuh di dalam keluarga seniman memang memiliki keseruan tersendiri. Kenangan indah masa kecil dan mimpi masa depan pun mereka ungkapkan kali ini.
 
MASA KECIL PENUH TAWA  
Shelomita (40) dan Reuben Elishama (36) adalah anak dari pasangan Abdulkadir Hadju dan Marini Burhan Abdullah. Ibunda mereka adalah seorang penyanyi kawakan yang telah tampil di layar televisi Tanah Air sejak tahun 60-an dan juga menghasilkan banyak karya, baik di dalam maupun luar negeri. Disinggung tentang kisah masa kecil mereka, gelak tawa seketika menggema membuka percakapan sore itu. Keduanya mengaku bahwa ketertarikan dengan dunia musik sudah terjadi sejak mereka masih berusia belia. “Kalau saya, dari jiwa saya sendiri yang sudah meminta,” ujar Shelomita memulai perbincangan kami. “Jadi, dari kecil memang sudah belajar piano. Mulai dari piano yang santai sampai yang serius, seperti piano klasik. Saya juga pernah belajar piano di Sekolah Musik Yayasan Pendidikan Musik (SM YPM) dan Reuben mengambil les alat musik biola saat itu. Kalau tidak salah, kami serius mengikuti les tersebut selama hampir enam tahun. Sampai-sampai kami juga berpartisipasi di konser tahunannya,” lanjut Shelomita lagi. “Sementara kalau di sekolah, saya ikut serta di dalam tim paduan suara sekolah. Kadang menjadi penyanyinya atau menjadi konduktornya. Tim paduan suara sekolah saya adalah tim yang sering menjuarai kompetisi paduan suara baik tingkat regional maupun provinsi. Nah, begitu masuk di Perguruan Tinggi, saya mulai bergabung dengan satu band yang bernama Arapaima. Kami sering tampil di berbagai acara kampus,” tutur perempuan yang sudah menjadi ibu dari lima orang buah hati tersebut.

Sedari kecil dikelilingi oleh para seniman hebat diakui oleh pria berzodiak Scorpio ini sebagai salah satu faktor yang membuat ketertarikan mereka terhadap dunia musik terbilang cukup tinggi. “Dulu saat mama berada di rumah, biasanya beliau sering berlatih menyanyi. Jadi saya sudah memperhatikan bagaimana teknik yang dilakukan oleh seorang penyanyi saat bernyanyi sejak masih kecil,” tutur Reuben. “Padahal kalau boleh jujur, sewaktu kecil saya ini termasuk orang yang sangat pemalu,” lanjutnya lagi. “Contohnya saat pelajaran seni musik dan mengharuskan untuk tampil di depan kelas, saya pasti deg-degan dan malu. Saya takut bikin salah,” aku Reuben. “Keluarga malah tidak pernah berpikir bahwa Reuben akan tampil di depan layar,” sela sang kakak cepat. “Kalau alat musik, saya memang sempat belajar biola kala itu. Tapi itu ada unsur keterpaksaan juga sih,” lanjutnya terbahak.
“Saat kami wajib bermain biola, mama sedang bersama papa Idris (Idris Sardi-red). Beliau adalah pemain biola yang sangat hebat dan juga sangat serius dalam bermusik,” ujar Shelomita menambahkan.
“Waktu masih kecil saya berpendapat bahwa bermain biola itu terkesan klasik sekali, jadi terkesan tidak cool,” papar Reuben lagi. “Nah! Saat diizinkan untuk tidak wajib bermain biola lagi itu rasanya seperti mendapatkan...freedoooom!” ungkapnya kembali sambil terbahak. “Mungkin karena saat itu saya merasa bahwa kebebasan waktu bermain dengan teman-teman dihalangi oleh keharusan saya belajar biola. Waktu yang harusnya saya pakai bermain dengan teman malah harus dihabiskan untuk berlatih dan itu menyebalkan,”tutur Reuben. “Namun saat sudah dewasa, saya baru menyadari bahwa biola itu alat musik yang paling dahsyat. Tidaklah mudah memainkan dan menguasai alat musik yang satu itu. Sekarang saya selalu angkat topi kepada orang yang bisa bermain biola. Apalagi saya tahu prosesnya itu sungguh sulit,” tambahnya lagi. Menurut sang kakak, Reuben sesungguhnya memiliki bakat tersendiri dengan alat musik biola, “Waktu masih bersekolah musik di YPM, Reuben menduduki peringkat pertama dari semua siswa yang bermain biola,” papar Shelomita yang disambut tawa kecil sang adik. 
Sedikit berbeda dengan sang kakak yang terus menekuni dunia musik hingga dewasa, Reuben berterus terang bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki niatan untuk terjun secara serius ke dunia musik. “Sebagai anak bungsu, saya ingin sekali bisa melakukan hal yang berbeda. Mama dan Mbak Mita kan sudah jelas penyanyi, sementara papa juga bermain alat musik. Saya ingin menekuni bidang lain,” ujar pria kelahiran Jakarta, 18 November 1978 ini. Berbekal pemikiran tersebut, Reuben pun mencoba menceburkan diri di dunia pekerjaan formal dan menjalani rutinitas pegawai kantoran yang bekerja 9 to 5. Berbagai bidang sempat ditekuninya, mulai dari event organizer, agrobisnis bahkan mengurusi kapal ekspedisi. “Uang yang dihasilkan memang lumayan, dan lebih pasti. Tapi makin ke sini saya kok merasa tidak menjadi diri sendiri,” lanjutnya. “Batinnya tersiksa saat itu. Dia kan orangnya sensitif, jadi kalau ada yang kurang berkenan dengan hatinya, emosi dia cepat naik, hahaha...” ujar Shelomita tergelak. 
MENJADI DEKAT HINGGA DEWASA
Terpaut usia empat tahun menciptakan kedekatan tersendiri antara Shelomita dan Reuben. “Kita memang dekat, terlalu dekat malah. Saking dekatnya jadinya terlalu banyak tuntutan di antara kami berdua. We are too much into each other!” ujar Shelomita. “Mama bahkan pernah cerita, ia tidak sengaja naik taksi langganan kami antar-jemput waktu sekolah dulu. Mama kaget saat supir taksi masih ingat dengan kami berdua bahkan menanyakan kabar kami. Waktu ia menanyakan kenapa masih ingat kepada Mita dan Reuben jawabannya hanya karena kami itu selalu ribut setiap harinya. Dari hal kecil semacam kaos kaki saja bisa jadi ribut, tetapi jika tidak bertemu pasti saling mencari,” jelasnya lagi disambut dengan anggukan setuju dan senyum lebar sang adik. 
“Waktu kecil Reuben termasuk orang yang tidak peduli sama sekolah. Akhirnya saya yang harus selalu mengingatkannya. Terutama masalah membawa buku pelajaran ke sekolah. Satu ketika dia tidak membawa buku sampai tiga hari berturut-turut, akhirnya saya dipanggil ke kantor Kepala Sekolah melalui pengeras suara,” cerita Shelomita. “Shelomita, tolong ke kantor Kepala Sekolah,” ujarnya menirukan panggilan Kepala Sekolahnya dulu. “Aduh! Itu rasa malunya...gila! Begitu saya sampai di sana ternyata Reuben sudah ada duluan dan ia sedang berdiri dihukum di pojok ruangan,” lanjutnya sambil tertawa terbahak-bahak. “Sejak itu saya memutuskan untuk selalu memeriksa tasnya (Reuben) saat dia sudah tidur. Saya sudah seperti baby sitternya,” ungkapnya lagi. 
Mulai beranjak dewasa, kedekatan yang terjalin antara Shelomita dan Reuben semakin erat. Bagi Reuben, kakak perempuannya ini adalah tempat untuk mencurahkan isi hati dan berbagi cerita tentang segala hal, begitu juga sebaliknya. “Kami itu sebenarnya tumbuh bertiga. Saya, Mbak Mita dan Mas Rama. Namun, jarak usia kami dengan Mas Rama terlampau jauh. Jadi kami nyambungnya hanya berdua. Meskipun begitu Mas Rama akhirnya menjadi sosok seorang bapak yang asyik bagi kami. Semua perkataan dan nasihatnya selalu menjadi pertimbangan terbesar kami saat memutuskan sesuatu,” ujar Reuben menambahkan. 
JALANI PROFESI IMPIAN
Dikenal sebagai anak dari seorang artis besar ternyata tidak seketika memudahkan jalan Shelomita untuk terjun ke dunia musik. Larangan dari kedua orangtua dan tuntutan untuk menyelesaikan pendidikan hingga tingkat tinggi menjadi salah satu hambatan yang tak pelak wajib dilewati olehnya. Menjadi penyanyi latar dari grup band Slank adalah pintu awal terbukanya jalan ke dunia musik bagi perempuan lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. “Waktu itu kebetulan ada seorang adik dari sahabat kita bernama Ivan, dia sering sekali nongkrong di Potlot (markas Slank-Red). Dia menawarkan saya untuk membantu Slank (menjadi penyanyi latar),” cerita Shelomita. “Namun, saat itu mama dan papa sangat keras. Sekolah saya harus selesai dulu. Menurut mama, kalau sudah mulai terjun ke dunia menyanyi profesional dan merasa nyaman dengan dunia itu pasti saya tidak akan mengindahkan lagi sisi akademis” lanjutnya lagi. “Tetapi karena hasrat saya untuk mulai serius bermusik tidak terbendung lagi, akhirnya saya sembunyi-sembunyi menjalani pekerjaan sebagai penyanyi latar. Bukan hanya Slank, saya juga sempat menjadi penyanyi latar untuk band Dewa. Bahkan setelah itu saya sempat berduet dengan Imanez,” paparnya bersemangat. “Pengalaman yang tidak mungkin saya lupakan. Reuben belum lama ini malah menemukan video duet saya dengan Imanez,” lanjutnya yang disambut dengan suara sang adik bersenandung lagunya dengan Imanez. “Terlepas dari semua rintangan yang pernah dihadapi, saya sangat bersyukur. Karena semuanya sangat berkesan dan menjadi bekal yang baik bagi diri saya,” ujarnya menegaskan.

Saat Mita memulai karier dengan menjadi penyanyi latar, Reuben justru menapakkan jejaknya di dunia hiburan Tanah Air sebagai bintang iklan televisi. “Waktu itu saya sedang bermain bola, tiba-tiba seseorang menawari saya bermain iklan. Awalnya saya tidak bersedia, tapi dia meyakinkan bahwa adegan yang akan dilakukan sangat mudah. Hanya memegang pulpen, melihat ke depan lalu tersenyum. Saya pun berpikir masa iya hanya seperti itu saya tidak bisa. Belum lagi nilai honor yang ditawarkan juga lumayan dan tidak perlu melalui proses casting lagi, hahaha...”ujarnya tergelak. “Setelah itu saya baru jatuh cinta kepada dunia entertainment. Pekerjaan ini menarik juga. Saya bisa bertemu dengan banyak orang baru setiap harinya, dan hal yang saya lakukan selalu berganti-ganti sehingga tidak membosankan,” tandasnya lagi.

Sejalan dengan waktu, akhirnya Reuben juga mulai menceburkan diri ke dunia musik, satu dunia yang sudah akrab dengannya sejak kecil. Semuanya dimulai saat ia bertemu dengan Alfa (gitaris band Channel – Red) di satu acara yang mereka hadiri bersama. Tertarik dengan musikalitas yang dimiliki satu sama lain, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk membentuk sebuah grup band. Dimulai dengan menciptakan lagu bersama, audisi mencari pemain bass dan drum sebagai anggota band lainnya, lalu terbentuklah grup band Channel pada tahun 2003 silam. “Walaupun saya sempat ‘bermusuhan’ dengan alat musik, tetapi nyatanya musik memang sudah menjadi salah satu panggilan jiwa saya,” ujar pria penggemar berat Tim Manchester United ini. Sayangnya akibat perbedaan visi dan misi, band Channel yang sempat meledak lewat album Perjalanan Dua Insan ini akhirnya bubar. Reuben sendiri kembali membuat sebuah band beraliran alternatif yang diberi nama The Alastair pada tahun 2009. “Yang masih anggota lama dari Channel hanya saya dan Alfa,” cerita Reuben.


BAYANG-BAYANG SANG IBUNDA 
Sepak terjang Shelomita sebagai penyanyi latar akhirnya diketahui oleh sang ibunda. Hal ini terjadi saat Marini menyadari kemunculan putri tercintanya di layar kaca bersama Slank. “Lho kok ada kamu! Itu komentar mama saat melihat saya di televisi,” ujar Shelomita terkekek. “Ternyata selama ini, saat saya datang ke studio untuk latihan, mama mengira bahwa saya sedang berada di sekolah menjalani kegiatan ekstra kurikuler. Karena show nya hanya satu hingga dua jam, maka mama tidak menyadarinya sama sekali. Namun begitu tahu pesan Mama hanya satu dan tegas jangan sampai sekolah saya terganggu, pekerjaan saya sebagai penyanyi latar Slank pun berhenti saat diminta untuk mengikuti tur (Slank) keliling Indonesia,” lanjutnya lagi.


Setelah itu, perjalanan Shelomita di dunia yang membesarkannya ini terbilang cukup lancar, di masa perkuliahan sang ibunda mengizinkannya manggung di pertunjukan seni dari kampus ke kampus, dan saat dirinya sedang menulis tugas akhir pendidikan Strata-1, ia mendapatkan tawaran untuk membuat album pertamanya. Kelulusannya dari bangku perkuliahan pun berbuah manis dengan keluarnya album berjudul Langkah pada pertengahan Juni tahun 2000 silam. Album ini sukses membawa nama Shelomita berada di jajaran atas penyanyi kenamaan Tanah Air.


Menjajaki dunia musik di bawah bayang- bayang besar sang ibunda diakui oleh Shelomita tidak menjadi beban tersendiri baginya. Sosok sang kakek, Tarjo Soerjosoemarno yang selalu mengajarkan untuk berpikir positif membuatnya tenang menghadapi segala tantangan yang dijumpai. “Saat sudah terjun total ke dunia musik, tidak bisa dipungkiri nama besar Mama sepertinya melekat sangat erat dengan saya. Julukan Shelomita ‘anaknya Marini, itu sudah biasa keluar masuk telinga saya. Mungkin malah ada rumor yang mengatakan bahwa saya bisa berhasil di dunia musik ini karena mama. Padahal saat berjuang memulai karier saja saya sembunyi-sembunyi dari beliau,” papar Shelomita. “Waktu saya mulai rekaman juga mama tidak tahu, belum lagi aliran musik kami sangat berbeda jauh,” tuturnya. “Walaupun begitu sampai saat ini Mama memang menjadi panutan dan juga orang yang memberi pengaruh besar dalam bermusik. Mama itu bisa membuat orang bahagia hanya dengan sebuah senyuman. Beliau adalah inspirasi bagi banyak orang. Dan saya memang belajar banyak dari Mama,”ujarnya menambahkan.


DARI BEATLES HINGGA NEW KIDS ON THE BLOCK
Latar belakang yang kental di dunia musik juga mengakibatkan Reuben dan Shelomita kaya akan referensi musik, mulai dari band legendaris asal Inggris, The Beatles, Jackson Five, Michael Jackson, Al Jarreau, Metallica, Stone Temple Pilot, Smashing Pumpkins, Whitney Houston, Aaliyah, The Sundays, Bob Marley, Incubus, Guruh Gypsy bahkan New Kids on The Block (NKOTB). Dua bersaudara ini mengaku sering berduet menyanyikan lagu milik NKOTB.

“Saat masih duduk di bangku SMP, kami sering berduet menyanyikan lagu milik NKOTB, waktu itu gara-gara apa Ben?” tanya Shelomita. “Gara-gara radio tape-nya rusak dan kasetnya tidak bisa diganti!” jawab Reuben dan keduanya pun terbahak-bahak. “Alhasil lagunya itu-itu aja,” tambah Shelomita. “Iya lagunya ini lagi ini lagi, ah ya udahlah nyanyi yuk,” ujar Reuben menirukan percakapan mereka dulu. “Kami bernyanyi dengan membagi suara menjadi suara satu suara dua, tapi waktu itu sama sekali belum terpikir untuk menjadi penyanyi. Namun saat dewasa, akhirnya pernah juga duet bareng Reuben, dalam albumnya Channel,” lanjut Shelomita lagi. “Iya, lumayanlah gratis!” ujar Reuben yang kembali disambut gelak tawa keduanya.

ALBUM BARU DAN FESTIVAL MUSIK ASIA
Tahun 2015 ini menjadi tahun yang dipilih Shelomita untuk kembali ke kancah musik Tanah Air. Perempuan cantik yang juga sibuk mengelola satu lembaga homeschooling Langkahku ini tengah mempersiapkan album terbarunya. “Meluncurkan album lagi menjadi salah satu mimpi terbesar yang saya miliki saat ini. Saya sudah merasakan kebahagiaan menjadi seorang ibu. Tapi sekarang rasanya ada hal yang memanggil-manggil saya dengan kerasnya untuk kembali ke dunia (musik) ini. Saya sudah kangen sekali!,” tegas Shelomita. “Saya mendapatkan satu kepuasan batin yang berbeda saat saya menyanyi. Singing is me! Dan kalau memang dikasih jalan, saya ingin bisa menggelar satu konser tunggal, tidak perlu satu konser besar, yang penting saya bisa bertemu dengan orang-orang yang memang menikmati musik saya,” tambahnya lagi sambil tersenyum lebar.

Sementara Reuben mengatakan bahwa dirinya ingin bisa kembali bermain di layar lebar dan memulai kariernya di dunia balik layar, serta merasakan pengalaman bermain di panggung festival musik di luar Indonesia. “Jika satu waktu saya bisa bermain di festival musik seperti Laneway Festival di Singapura atau Summer Sonic di Jepang pasti akan sangat mengagumkan,” ujar Reuben menutup perbincangan hangat dengan HELLO! Indonesia sore itu.

TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO: DAVID HASUDUNGAN (081389933808)
PENGARAH GAYA: LISTYA DIAH
PENATA RIAS & RAMBUT: NITA JS (087883040818)
LOKASI: PIPILTIN COCOA SENOPATI
BUSANA REUBEN: LUWI SALUADJI
BUSANA SHELOMITA: COAST, AMANDA RAHARDJO FOR FASHION FIRST,
RINDA SALMUN FOR FASHION FIRST, NO’OM NO’OMI FOR FASHION FIRST 

Sumber: Majalah HELLO! Indonesia, March 2015 Edition
Rubrik: Celeb News

Article on HELLO! Indonesia, Edisi Februari 2015. Agatha Suci Wulandari
BERKAT HOBI MENATA DAN MERAWAT RUMAH
AGATHA SUCI WULANDARI

BANGUN SATU HUNIAN KLASIK EKLEKTIK




Demi memenuhi syarat yang diberikan oleh sang ayah sebelum ia menikah, Agatha Suci Wulandari (30) akhirnya membangun satu hunian untuk keluarga kecilnya di wilayah Barat Jakarta yang sedikit menjauh dari keramaian pusat kota. Kepada Tim HELLO! Indonesia ia pun menceritakan keseruan saat menata rumahnya yang bergaya klasik eklektik.

RENOVASI SELAMA TIGA TAHUN
Pemilik rumah tingkat tiga berwarna putih dengan nuansa asri menyambut kedatangan HELLO! Indonesia di kawasan Kembangan, Jakarta Barat. Saat memasuki rumah, sentuhan kehangatan perempuan yang kerap disapa dengan panggilan Suci ini seketika terasa memenuhi udara. Berbagai barang dengan nilai seni tinggi menyebar di sekeliling rumah, dan juga puluhan pigura tampak menghiasi setiap sudut rumah. Pemilik rumah yang satu ini terlihat sangat senang mengabadikan rekam jejak kehidupannya. Rumah yang didominasi dengan warna putih ini hadir dalam nuansa rumah klasik ala Amerika yang hangat. Meski Suci mengakui bahwa dirinya memang terinspirasi dari rumah- rumah Amerika, namun baginya rumahnya ini sendiri hadir dengan konsep klasik eklektik.

“Alasan saya akhirnya membeli rumah ini sebenarnya cukup unik. Membeli rumah adalah salah satu syarat wajib yang diajukan oleh ayah ketika saya akan menikah. Beliau mengatakan pokoknya kalau belum beli rumah, belum boleh menikah. Maklum ayah saya masih terbilang cukup konvensional,” ujar Suci membuka percakapan dengan HELLO! Indonesia. Rumah yang terletak di kawasan Jakarta Barat ini dikatakan oleh Suci juga dipilihnya karena faktor lokasi. 

“Suami saya sudah terbiasa tinggal di daerah sekitar sini. Dia mengatakan kepada saya bahwa lokasi di sini nyaman, dan akses kemana-mana juga mudah. Begitu keluar kompleks, kita langsung bisa masuk jalur tol JORR dan juga tidak terlalu jauh dari pusat kota. Akhirnya saya pun setuju untuk membeli rumah di daerah ini,” lanjutnya lagi.

“Rumah ini dulunya saya beli memang sudah berbentuk rumah jadi, mengingat posisinya juga di dalam kompleks perumahan. Namun saat awal membeli, rumah ini hanya memiliki dua lantai. Lalu saya renovasi sehingga sekarang memiliki tiga lantai. Saya membutuhkan waktu selama tiga tahun untuk merenovasi rumah ini. Awalnya, karena kami pasangan yang baru mau menikah, saya dan suami mencoba membatasi segala jenis perubahan yang akan kami lakukan terhadap rumah ini, namun akhirnya renovasi malah melebar kemana-mana dan menghabiskan waktu yang ternyata lumayan juga. Maklumlah kebetulan saya dan suami sama-sama menyukai rumah, mengingat dia memiliki latar pendidikan arstitek dan saya sangat menggemari desain interior. Alhasil semuanya dirancang ulanglah,” ujar Suci sambil tergelak.
“Contohnya saat saya merenovasi kamar mandi, untuk melakukan pemilihan jenis material apa yang akan digunakan untuk lantainya saja sempat bongkar-pasang. Sudah sempat dipasang granite tile, begitu selesai rasanya kurang cocok. Mendadak saya merasa kamar mandi ini lebih bagus menggunakan marmer, akhirnya dibongkar lagi, lalu diganti menggunakan marmer. Yang paling heboh adalah saat mengerjakan lantai depan. Material untuk lantai teras itu diganti beberapa kali, mulai dari conblock, keramik, dan akhirnya diputuskan untuk menggunakan materi granit bakar. Luar biasalah perjuangannya,” lanjut Suci sambil kembali tertawa.

“Untuk konsep rumah, saya memasukkan semua hal yang saya sukai. Terkesan eklektik, tapi pada dasarnya rumah ini lebih bertema klasik. Ya, bisalah jika disebut sebagai konsep klasik-eklektik,” ujar penyanyi cantik yang merupakan salah satu finalis dari ajang pencarian bakat Indonesian Idol season pertama ini.

“Saya suka dengan rumah Amerika, karena desain-desain rumah Amerika itu buat saya terkesan sangat hangat dan juga nuansanya lebih long lasting. Bukannya tidak suka dengan konsep rumah yang minimalis, tetapi bagi saya konsep rumah minimalis itu terkesan lebih dingin. Sementara itu, rumah dengan gaya klasik Amerika ini lebih seperti rumah pada umumnya. Selain itu saya ingin rumah saya ini jika dilihat sekarang maupun sepuluh tahun lagi rasanya akan sama saja, tidak berubah,” papar Suci lebih lanjut.

Sang suami berperan sebagai arsitek rumah, sementara Suci, ia berperan total sebagai seorang desainer interior bagi rumahnya. Mulai dari pemilihan warna, perabot, dan juga penataan barang semua dilakukan sendiri oleh sang nyonya rumah. Untuk pemilihan perabot rumah, Suci mengaku tidak pernah mengaku memiliki referensi khusus. “Saya kan orangnya spontan. Jadi terkadang saat saya mengunjungi satu toko perabotan atau tidak sengaja bertemu dengan pengrajin perabot di pinggir jalan dan saya merasa suka dengan barang tersebut bisa saja langsung saya beli,” ujarnya tergelak. “Nah untuk rumah ini, memang banyak yang disesuaikan seperti lemari, meja makan dan kitchen set, tapi banyak juga barang-barang yang saya beli jadi,” lanjutnya.

Pekerjaan suami di bidang seni diakui Suci mempermudah dirinya saat harus membeli perabotan untuk rumahnya. “Kebetulan suami saya bekerja di bidang seni yang juga berhubungan dengan furniture, lalu akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan beberapa furniture yang memang kami miliki. Salah satunya meja jati yang saya gunakan di ruang makan dan juga meja yang ada di ruang perpustakaan,” ujar Suci lagi. Perabotan berbahan kayu jati dipilih oleh Suci karena perawatannya yang mudah dan tahan lama.

“Ada kejadian lucu saat saya harus membawa meja kayu jati sepanjang empat meter ke lantai tiga rumah. Itu sempat merepotkan banyak orang, mengingat bobotnya yang sangat berat,” ujarnya terkekeh. Suci juga mengatakan bahwa ia memiliki kegemaran tersendiri terhadap perabotan klasik. “Saya gemar membeli perabotan klasik, kemudian saya ubah dengan sentuhan modern, seperti kursi di ruang makan rumah saya. Kursi- kursi itu saya beli dari pengrajin di pinggir jalan, aslinya berwarna cokelat lalu kemudian saya cat lagi dengan warna hitam,” lanjutnya bersemangat. “Banyak yang mengatakan kalau pengrajin pinggir jalan kan tidak begitu bagus, tetapi saya suka saja tuh. Kalau memang terdapat cacat di perabotan yang saya beli, itu namanya human error, jadi wajar saja,” tegas Suci.
PENGGEMAR BERAT LUKISAN
Lukisan menjadi salah satu elemen interior yang bisa dengan mudah ditemukan di dalam rumah perempuan cantik yang satu ini. Ia mengakui bahwa ia dan sang suami memiliki kegemaran yang sama terhadap seni, dan lukisan adalah salah satunya. “Saya dan suami sama-sama penikmat seni. Kami berdua juga sangat menghargai barang seni, salah satunya ya lukisan. Itu juga kenapa di rumah saya ini banyak sekali terdapat lukisan. Bisa dilihat dari saat pintu rumah dibuka sudah terlihat satu lukisan berukuran sangat besar yang tergantung di dinding rumah,” ujar Suci saat disinggung mengenai puluhan pigura yang menggantung di berbagai sudut rumah.

“Kami berdua pada dasarnya menghargai karya seni yang dikerjakan oleh siapa pun, tetapi untuk lukisan kebetulan ada satu pelukis favorit yang bernama Agung Mangu Putra, beliau adalah salah satu maestro lukisan Tanah Air yang berasal dari Bali. Cukup banyak lukisan-lukisan di rumah ini yang merupakan hasil karya Gung Mangu, mulai dari lukisan berukuran besar hingga ke lukisan kecil dan juga sketsa,” lanjutnya lagi.

“Satu lukisan karyanya yang menjadi favorit saya adalah lukisan yang digantung di dekat tangga,” tuturnya bersemangat. Suci juga mengaku karena apresiasi yang sering ia dan suami berikan pada sang pelukis, kini mereka berdua malahan menjalin hubungan pertemanan yang cukup baik dengan sang pelukis. “Ya, karena hubungan baik itu juga koleksi lukisan saya juga bertambah, hahaha...”ujar Suci dibarengi dengan senyuman lebar.
Dibangun ditanah dengan luas sekitar 200 meter persegi ini, rumah ini memiliki total ruangan sebanyak delapan yang terdiri dari satu ruang tidur utama, dua ruang tidur anak, satu ruang tidur tamu, dua kamar mandi utama, satu kamar mandi tamu dan satu ruang bermain sekaligus perpustakaan. “Ruang bermain untuk anak saya terletak di lantai tiga dan merupakan ruangan terluas yang ada di rumah ini. Sengaja saya buat cukup luas, karena kedua anak saya termasuk cukup aktif. Mereka senang sekali berlarian. Selain itu, ruangan tersebut juga berfungsi sebagai ruang perpustakaan tempat saya menghabiskan waktu untuk membaca,” ujar Suci.

Perempuan yang mengaku sebagai orang rumahan ini mengaku bahwa merapikan dan menata rumah adalah kegemarannya. “Saya mengatur semua yang ada di dalam rumah ini, mulai dari yang diletakkan begitu saja atau pun digantung. Saya tidak betah melihat sesuatu barang berada di satu tempat untuk waktu yang lama. Maka saya sering melakukan perubahan letak barang di rumah. Kalau saya lama tidak mengubah letak barang-barang biasanya pegawai saya yang malah ikutan bingung dan menanyakan “Ibu, tumben gak pindah-pindahin barang?,” ujarnya sambil kembali tergelak.

“Rumah saya ini ibarat sebuah puzzle raksasa. Belum lagi jika ada lukisan baru yang datang atau lukisan lama yang keluar. Maka, lokasinya pasti tidak akan sama dan harus disesuaikan dengan ukurannya,” lanjutnya lagi sambil tersenyum lebar.

SIAPKAN MINI ALBUM TERBARU 
Selain tergabung dalam grup vokal FIRE yang baru saja menggelar konser beberapa waktu lalu di Jakarta. Suci juga sedang disibukkan dengan kegiatan take vocal untuk kebutuhan single terbarunya. “Mudah-mudahan akan segera keluar lagunya. Kali ini saya bekerja dengan salah seorang maestro musik Tanah Air, Tohpati,” ungkap Suci. “Rencananya juga akan mengeluarkan satu mini album baru, yang berisi sekitar lima hingga enam lagu,” lanjutnya lagi. “Banyak yang bertanya kenapa tidak langsung full album, saya mencoba menyadari kondisi yang saya miliki saat ini. Dengan dua anak dan kegiatan lainnya, energi saya rasanya hanya bisa digunakan untuk mini album dahulu, malahan sementara ini lebih fokus mengeluarkan single,” lanjutnya lagi. “Tetapi ke depannya saya memang mempersiapkan diri untuk melirik pasar internasional dengan membuat single yang berbahasa Mandarin,” tandasnya.

Kegemaran Suci menata rumah juga ternyata berbuah manis. Saat ini ia tengah mengerjakan satu proyek merancang interior satu apartemen di bilangan Senopati. “Pemilik apartemen ini adalah pelanggan suami saya, dia membeli satu meja kayu dari suami saya. Kebetulan lagi dia sempat main ke rumah ini dan ternyata dia senang dengan desain interior rumah saya. Akhirnya dia bertanya siapa yang mendesain interior rumah ini. Saat mengetahui bahwa bahwa itu saya, dia langsung meminta saya untuk mendesain interior apartemennya. Awalnya sempat menolak mengingat waktu yang saya miliki juga tidak begitu banyak, dan kalaupun saya terima pekerjaan ini pasti akan menghabiskan waktu yang tidak sebentar,” ujar Suci. “Tapi, mungkin memang sudah rezekinya. Walaupun sudah tahu kondisi waktu yang saya miliki, dia tetap meminta saya mengerjakannya. Meskipun lama, dia senang melihat hasil pekerjaan saya,”lanjut Suci lagi.

Sibuk dengan dunia menyanyi dan desain, Suci tidak pernah melupakan perannya sebagai ibu bagi kedua putra putrinya, Kahlia Adinda dan Arsa Nuraga. “Kegiatan saya dan anak-anak juga cukup menyita waktu saya, tetapi kegiatan yang satu itu sangatlah membahagiakan saya,” ujarnya tersenyum. “Saya mengantarkan dan menjemput sendiri anak saya ke sekolah mereka. Walaupun kebetulan mereka pulang dengan jam yang berbeda- beda dan menyebabkan saya harus bolak balik ke sekolah tetapi saya sangat menikmatinya. Dulu sempat berpikir untuk menggunakan jasa supir, tetapi setelah dipikirkan kembali, saya urungkan niat itu. Mengingat waktu saya dengan anak-anak terkadang hanyalah itu. Terlebih jika sedang ada pekerjaan menyanyi, dan harus seharian di luar rumah. Jadi ya, saya nikmati saja semuanya,” ujarnya menutup percakapan yang penuh dengan canda tawa sore itu.

TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO/ D.I: RINAL WIRATAMA
PENGARAH GAYA: BUNGBUNG MANGARAJA
TATA RIAS & RAMBUT: NITA JS (087883040818)
BUSANA & AKSESORI: CHRISTIAN DIOR
Sumber: Majalah HELLO! Indonesia, February 2015 Edition
Rubrik: Home Sweet Home

Article on HELLO! Indonesia, Edisi Februari 2015. Astrid
KEMANTAPAN ASTRID JALANI DUA PERAN
Astrid Satriasari, atau lebih dikenal dengan nama Astrid memulai karier menyanyinya secara profesional pada tahun 2003 di bawah salah satu label musik kenamaan Tanah Air. Dengan lagu berjudul Ratu Cahaya, Astrid ikut mengisi album soundtrack film horor Indonesia yang berjudul Tusuk Jelangkung. Tidak hanya berhenti sampai di situ, penyanyi kelahiran Surabaya 32 tahun silam ini juga didaulat untuk membawakan satu single anyar karya Yovie Widianto yang berjudul Tak 100% di dalam album kompilasi milik Yovie yang berjudul A Portrait of Yovie. Pada suatu sore, Astrid pun berkesempatan bercerita kepada Tim HELLO! Indonesia tentang kesibukan serta mimpinya di dunia musik.
Apa kegiatan Anda akhir-akhir ini?
“Kegiatan saya akhir-akhir ini masih tetap berkutat disekitar dunia musik. Saya masih terus melakukan kegiatan promosi album terakhir saya yang berjudul Terpukau yang dikeluarkan pada akhir tahun 2013 lalu. Tetapi saat ini saya juga sudah memulai kegiatan workshop untuk persiapan album baru. Selain itu, sebagai seorang ibu, saya tetap disibukkan dengan kegiatan merawat anak serta bisnis kecil-kecilan yang saya jalankan di luar dunia musik.”
Sedikit bernostalgia, kapan Anda mulai terjun ke dunia musik?
“Sekitar tahun 2003, tapi itu adalah saat saya memulai karier sebagai penyanyi profesional. Sementara itu, di dunia musik, saya sudah aktif sejak duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat atas. Saya bahkan sempat mendapatkan banyak penghargaan saat itu. Salah satunya adalah penghargaan Best Vocal dalam Festival Band SMA se-Surabaya. Menginjak masa kuliah, saya aktif tampil secara rutin di Colors Café Surabaya, sampai akhirnya pihak kafe menawarkan demo suara saya kepada Sony Music Indonesia. Mungkin memang rezeki saya, buah dari penawaran demo suara tersebut masih berlanjut hingga saat ini.”
Apa kendala yang Anda hadapi antara menjadi seorang ibu dan penyanyi?
“Alhamdulillah hingga saat ini tidak ada kendala yang berarti yang saya alami. Keduanya masih bisa dijalankan dengan baik, walaupun kadang agak sedikit rumit kalau tiba-tiba ada hal darurat terjadi. Misalnya, saat saya harus manggung lalu ternyata anak juga sedang sakit. Tapi sejauh ini aman-aman saja.”
Adakah mimpi tersendiri dalam bermusik?
“Mimpi saya dalam bermusik, masih banyak sekali. Saya ingin sekali bisa membuat satu project yang berbeda dari biasanya. Ingin bisa mengadakan konser dan membawakan lagu milik saya dan juga lagu-lagu yang memberi inspirasi saya dalam bermusik. Lagu-lagu milik BjÖrk misalnya, kebetulan BjÖrk adalah salah satu penyanyi yang menjadi panutan saya saat bermusik.”
Kalau target pencapaian penghargaan tertentu?
“Penghargaan, hmm…saya rasa tidak. Jujur, bagi saya penghargaan itu layaknya bonus. Saat sesuatu yang kita kerjakan diapresiasi oleh orang lain hingga mendapatkan satu penghargaan, ya itu adalah bonusnya. Pada dasarnya saya hanya ingin berkarya saja, entah mendapatkan penghargaan atau pun tidak.”
Bagaimana dukungan keluarga Anda terhadap karier bermusik?
“Dukungan mereka sangat besar. Apalagi suami saya, dia salah satu orang yang memberikan dukungan terbesar bagi saya. Dia memahami bahwa menyanyi adalah salah satu hal yang bisa membuat saya bahagia, jadi tidak pernah melarang saya untuk bernyanyi walaupun saat ini kami sudah memiliki anak. Yang dia minta hanya kemauan saya untuk bisa menyadari porsi yang ada sekarang. Kalau dulu saat masih sendiri saya bisa bekerja hingga tidak pulang seminggu, tetapi kalau sekarang sehari saja tidak pulang sudah ada yang mencari. Ya memang harus ada yang dikorbankan, tetapi saya pribadi dengan kondisi yang ada saat ini juga tidak mungkin bisa pergi berhari-hari begitu saja. Sehari tidak bertemu anak saya, saya sudah sangat rindu.”

Apakah arti cinta menurut Astrid?
“Cinta itu adalah salah satu hal terpenting yang harus kita miliki dalam kehidupan. Jika seseorang tidak memiliki rasa cinta dalam hidupnya, mungkin lebih baik mati saja. Buat saya bahkan jika cinta dibandingkan dengan uang, uang itu menjadi tidak ada artinya. Walaupun memiliki banyak uang tetapi tidak memiliki rasa cinta, you will feel empty inside. Tidak akan ada kebahagiaan yang bisa dirasakan jika tidak ada orang yang kita cintai, mengingat tidak ada orang yang bisa kita ajak berbagi.”
Sosok Astrid dalam tiga kata?
Perfectionist, moody dan tomboi. Sisi tomboi saya itu mulai jelas terlihat saat saya duduk di bangku SMA. Hasilnya masih terbawa hingga saat ini, walaupun sudah menjadi seorang ibu. Perfectionist, saya selalu ingin semuanya serba teratur, jangan sampai ada yang terlewat, terlebih untuk pekerjaan. Bahkan untuk hal yang kecil, saya berusaha untuk selalu disiplin. Dari masalah ketepatan waktu hingga ke barang yang saya bawa. Saya harus mengetahui dengan jelas masalah penataannya, jangan sampai ada yang berpindah dari tempatnya. Kalau tiba-tiba penataannya berubah maka mood saya akan juga berubah. Semuanya akan menjadi tidak efektif.”
 
TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO/DI: HANAFI
PENATA GAYA: LISTYA DIAH
TATA RIAS WAJAH & RAMBUT: NITA JS (087883040818)
BUSANA: DIANE VON FURSTENBERG


Sumber: Majalah HELLO! Indonesia, February 2015 Edition
Rubrik: Di balik Layar