Konsistensi & Totalitas Ario Bayu Geluti Dunia Seni Peran
Article on HELLO! Indonesia, Edisi Oktober 2015. Ario Bayu
Konsistensi & Totalitas Ario Bayu
Geluti Dunia Seni Peran
Sosok yang satu ini terbilang sebagai pemain baru dalam dunia seni peran Tanah Air. Namun talenta yang dimilikinya kini tidak hanya mendapatkan pengakuan dari dalam negeri, tetapi juga dari dunia internasional. Kepada HELLO! Indonesia, Ario Bayu menuturkan passion-nya dalam seni peran.
Aktor tampan ini datang dengan penampilan sangat kasual siang itu. Hanya berbalut kaos hitam bergambar dan celana jeans dengan warna senada, jauh dari kesan bahwa kini dirinya adalah salah satu selebritas Tanah Air yang sangat diperhitungkan kemampuan aktingnya. Garis wajahnya yang tegas seakan mengesankan bahwa kepribadian lelaki kelahiran Jakarta, 6 Februari 1985 ini adalah sosok yang sangat dingin. Namun suasana seketika mencair saat ia mulai bercerita tentang dunia yang digelutinya.
MEMILIH UNTUK MENJADI AKTOR
Ario Bayu menghabiskan 11 tahun masa kecil dan remajanya di Selandia Baru, satu negara indah dekat Benua Australia. Ia pindah ke Negeri Kiwi tersebut mengikuti kedua orangtuanya saat masih berusia sembilan tahun. Rasa penasaran akan kultur dan juga budaya asal yang mengalir dalam darahnya serta keinginannya untuk terjun di dunia seni peranlah yang akhirnya membuat Bayu, begitu aktor ini kerap disapa, membawanya kembali ke Indonesia.
“Saya sempat tinggal di London, Inggris. Pada saat itu, saya mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sana,” tuturnya membuka perbincangan siang itu. “Setelah menyelesaikan pendidikan saya di Inggris, dengan niat untuk melanjutkan pendidikan program master di Selandia Baru, saya pun kembali ke sana,” lanjutnya lagi.
Namun ternyata takdir berkata lain. Keinginan untuk terjun total ke dunia seni sempat membuat dirinya bimbang. Kala itu, Bayu sudah memiliki satu band beraliran punk yang ia bentuk bersama dengan teman-temannya di Selandia Baru. “Padahal band saya sudah mulai mendapatkan perhatian di sana. Tetapi saya katakan kepada anggota band lainnya bahwa saya ingin kembali di Indonesia. Saya ingin mulai terjun di dunia seni peran di Indonesia, tanah kelahiran saya,” lanjut lelaki yang kerap dijuluki aktor watak ini. Bayu akhirnya mulai mewujudkan cita- citanya sebagai aktor, ia meninggalkan keluarga dan juga teman- temannya di Selandia Baru dan mencoba peruntungannya di Indonesia.
Pahit-manis dunia akting dijalani oleh Bayu. Ia akhirnya mendapatkan film pertamanya pada tahun 2004, bertema horor dengan judul Bangsal 13. “Saya memulai semuanya dari nol. Saya coba semuanya, dari audisi film hingga teater. Akhirnya kesempatan itu datang juga,” tuturnya.
Bayu tetap meyakini bahwa proses audisi menjadi salah satu hal yang wajib dijalani oleh siapa pun yang ingin menggeluti dunia seni peran. “Bagi saya, kalau seorang aktor berpikir audisi itu adalah batas ukur bahwa dia sudah hebat, dia kurang tepat. Audisi itu ada untuk memahami kesesuaian antara diri sendiri dengan karakter yang akan dimainkan. Bukan berarti dia ganteng, lalu dia cocok dengan karakter yang akan dibawakan. Saya yakin jika seorang aktor tahu makna dan fungsi dari proses audisi, maka dia tidak akan menghindari proses tersebut,” lanjutnya tegas.
Baru 11 tahun lelaki berdarah Jawa ini terjun di dunia layar lebar, namun sudah ada total 16 film termasuk satu drama serial bertaraf internasional yang telah dimainkannya. Yang menarik, ia juga telah memainkan berbagai macam karakter dalam beragam jenis film. Mulai dari film bertema horor, drama, sejarah, action hingga komedi pernah dijalaninya. “Sebagai orang yang terjun dalam dunia seni peran, saya yakin bahwa setiap individu pasti memiliki gayanya sendiri, begitu pula dengan saya. Sejujurnya, saya enggan berperan dalam satu genre film saja,” tutur Bayu yang pernah beradu akting dengan aktor Hollywood, Mickey Rourke dan Kelan Lutz dalam film Java Heat. Baginya mencoba beragam karakter dalam berakting akan menambah pengalaman dan juga kualitas individu yang dimiliki. “Rasanya percuma jika saya mendapatkan peran yang sama, contohnya seperti dalam film Java Heat, saya berperan sebagai seorang polisi, lalu di Dead Mine saya menjadi tentara, saat di drama serial HBO, Serangoon Road saya kembali menjadi polisi. Saya pun berpikir, wah kok sama semua ya? Di situ saya berpikir bahwa saya harus mendapatkan karakter yang berbeda,” lanjut aktor yang berperan sebagai Presiden Soekarno dalam film Soekarno ini.
Bayu menuturkan bahwa semua film dan juga karakter yang dijalaninya pasti memiliki sesuatu yang unik dan berbeda. “Kalau memang ternyata pada prosesnya tidak sesuai dengan harapan, ya tinggal suntikkan saja hal yang baru supaya tidak merasa bosan. Kunci menjaga energi dalam satu pekerjaan yang kita jalani itu adalah menciptakan tantangan-tantangan tersendiri di dalamnya,” lanjut Bayu.
Disinggung mengenai kesuksesan film terakhirnya, Soekarno yang hampir menembus kancah penghargaan kelas dunia Academy Awards, sosok rendah hati ini berkata: “Saya bukannya tidak merasa bangga, tetapi saya harus mengukur kebanggaan itu. Karena bila dibandingkan dengan dunia perfilman dunia, saya rasa posisi saya masih sangat jauh.”
KONSEP GO INTERNATIONAL
Sudah mendapatkan perhatian dari tokoh-tokoh kelas dunia ternyata tidak membuat lelaki yang pernah menuntut ilmu di Globe London Theatre ini sesumbar dengan kata-kata go international. “Rasanya konsep go international menjadi ambigu di sini. Banyak yang berpikir kalau sudah bermain di Hollywood, bisa disebut sudah go international. Sementara sudah banyak teman saya di dunia seni peran Tanah Air yang sering bekerja sama dengan teman-teman dari negara lain, baik dari Singapura, Malaysia, bahkan Hollywood. Itu juga bisa dikatakan sudah go international,” katanya serius.
“Tetapi kalau untuk keinginan bisa bekerja di sana, saya rasa semua aktor pasti memiliki keinginan untuk ke Amerika. Karena Amerika adalah pusatnya untuk bidang film, teater dan juga showbiz. Jadi kalau istilahnya ‘if you wanna make it big, ya universitasnya ada di sana’,” tandasnya.
Lelaki yang memiliki hobi minum kopi ini menceritakan bahwa tidak semudah itu untuk bisa masuk ke dunia perfilman Amerika. Tingkat kompetisi di sana jelas kelas dunia. “Bayangkan, untuk sekadar menjadi pemeran figuran di sana banyak aktor yang memegang gelar S1 bahkan master degree di bidang teater. Sutradara yang ada di sana sudah pasti kelas dunia,” tuturnya lagi. “Dua tahun yang lalu saya pernah berbincang dengan cast manager dan juga agen-agen perfilman yang ada di sana, mereka bilang kalau mau coba berakting di sini bisa- bisa saja, tetapi kembali diingat bahwa Anda akan berkompetisi dengan jutaan orang. Anda harus yakin memiliki ketajaman dan kemampuan akting di atas jutaan kontestan itu. Bintang di negeri sendiri belum tentu lolos di sana,” ujarnya.
Aktor yang kini juga tengah merintis usaha di bidang kuliner ini juga menuturkan bahwa Indonesia diuntungkan dengan jumlah penduduk yang sangat besar. “Bisa dibayangkan berapa besar market share yang kita miliki. Saya yakin pasti Hollywood juga akan melirik hal tersebut. Jadi boleh dibilang ada faktor luck dan juga kalkulasi bisnis di sana. Makanya saya salut dengan dua teman saya, Joe Taslim dan Iko Uwais, mereka benar-benar lolos di sana murni dengan talenta yang dimilikinya. They are both doing well. Mereka adalah aktor-aktor yang hebat,” tuturnya.
BUKAN SEKADAR CINTA
Perkembangan perfilman Tanah Air akhir-akhir ini mulai menggeliat, namun tak dipungkiri posisinya belum mampu menempati hati para penikmat film dalam negeri. “Mengapa kita lebih memilih menonton film luar negeri daripada film anak negeri? Padahal sebenarnya film yang dihadirkan oleh pesohor Hollywood ini juga masuk kategori film pop. Contohnya film Iron Man. Film ini berhasil menghadirkan sesuatu yang bisa merangsang imajinasi, dan itu juga jadi salah satu alasan akhirnya penonton di sini lebih memilih menonton film garapan luar negeri. Kendala utama perfilman Indonesia adalah biaya. Film- film mereka bisa menghabiskan dana hingga satu triliun rupiah, bahkan lebih. Sementara di Indonesia maksimal orang membuat film itu hanya menghabiskan dana sebesar 10 miliar rupiah, itu pun jarang sekali. Jadi otomatis kalau dari segi kualitas hiburan pasti berbeda. Tetapi perfilman kita tidak kalah kalau ditinjau dari segi seni. Baik pembuatan film, pengarahan maupun nilai artistik film kita sudah cukup baik,” jelasnya menambahkan.
Aktor yang salah satu filmnya pernah masuk dalam Busan Film Festival ini yakin bahwa tidak mungkin memaksakan kehendak kepada pasar. Apalagi jika kualitas yang dimiliki belum bisa menguasai pasar. “Memaksakan sesuatu, menurut saya itu bentuk doktrinasi. Saya setuju dengan adanya gerakan untuk mencintai film-film Indonesia, tetapi harus diimbangi dengan peningkatan kualitas di berbagai sisi. Misalnya, sebagai aktor, saya harus lebih andal lagi memainkan peran-peran yang dihadirkan oleh para penulis dan juga sutradara. Saya harus mampu menghadirkan sisi menarik saya sebagai seorang aktor. Kita harus bercermin lebih banyak lagi,” katanya yakin.
Lemahnya sistem pendukung yang ada dalam dunia seni peran Indonesia pun dikatakannya sebagai satu faktor penentu kurang berkembangnya dunia layar lebar Indonesia. “Jika satu investasi menghasilkan satu keuntungan, pasti ini akan mampu menyegarkan komponen pendukung yang ada di dalam sistem tersebut. Nah, kondisi dunia perfilman Indonesia agak independen. Belum ada infrastruktur dalam industri perfilman yang dapat saling mendukung,” jelasnya antusias.
Sosok tampan berkulit sawo matang ini juga memiliki pandangan yang berbeda tentang harapan terhadap dunia film Tanah Air. “Yang saya tahu, kini saya membenahi diri sendiri sebagai aktor. Saya ingin menjadi aktor yang lebih baik lagi dan mampu memberikan entertainment value yang lebih baik. Karena posisi saya adalah proponent, kontributor di dunia seni peran ini. Kalau saya berakting tidak bagus, nanti tidak ada yang mau menonton film saya. Dan efek domino akan terjadi di belakangnya,” paparnya penuh keyakinan.
TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO: RINAL WIRATAMA
PENGARAH GAYA: BUNGBUNG MANGARAJA
PENGARAH GAYA: BUNGBUNG MANGARAJA
ASISTEN PENGARAH GAYA: DINDA OKZANDINI
LOKASI: VIE FOR LIVING, KEMANG
Sumber: Majalah HELLO! Indonesia, October 2015 Edition
Rubrik: Celeb News
Baca Juga:
Arungi Tiga Dekade Ruth Sahanaya Ingin Bisa Terus Berkarya
No comments:
Post a Comment