The Beauty Of Mecca, The Center Of Earth
The Beauty Of Mecca, The Center Of Earth
Mekkah, kota ini memang hanya memiliki luas sekitar 720 km persegi yang terletak di region Hejaz, Saudi Arabia. Namun, Milyaran penduduk muslim dunia tak pernah putus bertandang ke kota ini setiap harinya. Mekkah, yang merupakan kota tersuci bagi umat Islam ini pun dipercaya sebagai poros sumbu dunia. Beruntung beberapa waktu yang lalu saya akhirnya memiliki kesempatan untuk mengunjungi kota ini.
Perjalanan dari Madinah ke Mekkah ditempuh sekitar 8 jam via darat. Saya dan rombongan menggunakan moda transportasi bus. Sebelum meninggalkan kota Madinah, Pak Ustadz selaku kepala rombongan pun mengatakan bahwa perjalanan ke kota Mekkah hanya akan dihiasi oleh gurun pasir dan mengingat kami berangkat di saat hari sudah menjelang sore beliau pun menyarankan agar semua rombongan beristirahat saja, mengingat setibanya di Tanah Haram kami akan segera melakukan ibadah Umroh di Masjidil Haram.
Selang satu jam bus berjalan, hampir seluruh rombongan terlelap termasuk saya. Namun beruntung saya terbangun di saat yang tepat, saat sang surya mulai berpamitan untuk menerangi belahan bumi lainnya. Bagi saya pemandangan kala matahari terbenam merupakan salah satu pemandangan terindah di muka bumi. Jika berpergian kesatu tempat, saya pun kerap menyisihkan waktu untuk menikmati pertunjukkan alam yang satu ini. Namun menyaksikan matahari terbenam di antara gurun pasir sembari duduk di atas bus yang melaju cukup kencang tentunya menjadi pengalaman pertama bagi saya.
Senja Di Gurun Pasir |
Pijaran bola api yang perlahan merangkak turun dari langit dikelilingi oleh gundukan gunung pasir, pancaran warna jingga yang membuat langit nampak membiru dengan semburat merah muda indah di sekitarnya. Di ujung ufuk, pelangi pun turut turun melengkapi keindahan yang ada. Awan-awan saling berlomba menghiasi cakrawala dengan berbagai bentuknya. Rasanya pengalaman menikamati matahari terbenam di tengah gurun pasir ini menjadi kenangan yang tidak akan saya lupakan.
Dalam perjalanan bus sempat berhenti satu kali di tempat istirahat, semula kami berniat untuk melaksanakan ibadah sholat magrib, namun melihat kondisi lokasi yang kurang mendukung akhirnya niat tersebut kami urungkan. Pak Ustadz mengajak kami untuk sekalian saja menggabungkan sholat magrib dengan isya saat tiba di Mekkah. Di bagian perempuan, kondisi kamar mandi dan tempat mengambil air wudhu sangat sesak karena keduanya digabung menjadi satu. Kembali peristiwa berdesak-desakan dan saling teriak pun saya temukan di sini. Padahal jika mau tertib dan sabar rasanya tidak perlu buang-buang tenaga untuk berebutan menggunakan kamar mandi dan juga tempat berwudhu. Perjalanan dari lokasi istirahat menuju Mekkah ternyata masih lumayan jauh. Menghabiskan waktu sekitar 4 jam lagi akhirnya saya dan rombongan pun tiba di Mekkah. Tanah haram yang menjadi impian umat islam untuk dikunjungi.
Kehidupan 24 Jam Di Kota Berbatu
Kota ini jauh berbeda dengan Madinah yang tampak tenang di setiap waktu. Benar juga kata Pak Ustadz bahwa gunung batu memang mendominasi pemandangan kota Mekkah. A rocky city I may called this city. Jika Madinah sudah mulai terlelap menjelang tengah malam, berbeda dengan Mekkah. Rasanya kehidupan di kota ini berlangsung selama 24 jam sehari 7 hari seminggu tanpa henti, khususnya kegiatan para peziarah dan bidang perniagaan. Saya dan rombongan sampai di hotel sekitar pukul 10 malam dan seluruh pertokoan disekitarnya masih buka tanpa terkecuali. Mulai dari kedai makanan, toko oleh-oleh, toko pakaian, kedai kopi, bahkan mini market. Gemerlap dan ramainya suasana kota ini pun sekejap mengingatkan saya pada kota Jakarta yang juga tidak pernah tidur.
Penduduk Kota Mekkah Dan Jamaah Menuju Masjidil Haram |
Bangunan megah ini terdiri dari pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, dan juga hotel-hotel bintang lima. Lokasinya benar-benar dekat dengan Masjidil Haram, jika Anda kebetulan menginap di salah satu hotel di dalam Zam-Zam Tower maka jarak antara tempat Anda menginap dengan hotel benar-benar hanya beberapa kali koprol dari lantai dasar tower.
Disekitar lingkungan Masjid tidak jauh dari pintu juga terdapat banyak pusat perniagaan yang kebanyakan adalah kedai makanan dan minuman. Hal yang menarik dari Mekkah adalah tidak peduli semahal apapun hotel tersebut bangunan di bagian bawahnya pasti terdapat kedai-kedai makanan dengan harga yang sangat terjangkau.
Terpana Pada Megahnya Ka'bah
Di Mekkah saya tinggal di hotel yang berjarak sekitar 15 - 20 menit
berjalan kaki dari Masjidil Haram. Lokasi ini sudah merupakan lokasi yang cukup baik, mengingat seluruh hotel yang berada sangat dekat dengan
Masjidil Haram merupakan hotel berbintang 5 dengan tarif yang pastinya
sangat mahal. Kembali lagi hukum ekonomi pastinya berlaku di mana-mana.
Kali ini saya menempati satu kamar hanya berdua dengan adik perempuan
saya, sementara kedua orangtua saya menempati kamar di sebelah kamar
kami. Bentuk kamar tidak jauh berbeda dengan penginapan kami di Madinah,
hanya lebih kecil karena hanya memuat dua orang tamu perkamarnya.
Suasana Ka'bah Di Malam Hari |
Energi yang saya rasakan di dalam bangunan masjid terbesar di dunia ini sangat lah kuat. Terlebih lagi energi yang dihasilkan di sekeliling Kabah. Bangunan tersuci milik umat muslim di dunia ini. Bangunan berlapis kain beludru yang mengeluarkan aroma harum ini sontak membuat saya terpana dan terharu. Setiba di dalam masjid saya dan rombongan melakukan ibadah umroh yaitu Tawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, yang dilanjutkan dengan sai dari Bukit Safa ke Bukit Marwah juga sebanyak 7 kali bolak balik, dan ditutup dengan tahalul potong rambut. Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Bagi saya pribadi di antara seluruh kegiatan umroh tersebut, sai adalah yang terberat padahal fasilitas yang disediakan untuk sai sudah berupa bangunan tertutup full pendingin ruangan dengan lantai marmer. Terbayang bagaiamana rasanya dahulu saat fasilitas belum sebaik ini, ibadah yang dilakukan pasti jauh lebih berat.
Jamaah Bersiap-siap Menunggu Waktu Sholat |
Jika bukan termasuk orang yang nyaman melakukan ibadah tanpa alas apapun, jangan lupa untuk membawa sajadah. Mengingat banyak bagian di dalam yang diperuntukkan untuk sholat namun tidak memiliki alas, terutama di bagian tempat orang melakukan ibadah Sai. Hanya berupa lantai marmer yang dengan rapih dipasang mengarah langsung ke Ka'bah.
Berbeda dari Masjid Nabawi yang memiliki banyak akses gerbang masuk, Masjidil Haram hanya memiliki beberapa akses gerbang masuk, dan biasanya jamaah akan langsung masuk ke dalam masjid melalui pintu terdekat dari gerbang utama. Mengakalinya saya masuk dari pintu sebelah kiri dari arah masjid dana masuk dari sisi kiri masjid. Entah mengapa pintu masuk dari sisi tersebut cenderung lebih sepi menurut saya.
Sama seperti di Masjid Nabawi, di Masjidil Haram juga disediakan bertangki-tangki air zam-zam. Malah bukan hanya berupa tangki besar namun juga berupa pancuran keran air dengan jumlah yang cukup banyak. Namun jangan keliru, jika di tembok pancuran hanya bertuliskan drinking water maka itu bukan air Zam-Zam tetapi air mineral biasa. Maklum banyak juga penduduk yang menggantungkan kebutuhan airnya hariannya kepada masjid. Banyak yang datang membawa galon-galon ukuran kecil dan sedang untuk mengambil air di sana. Jika ingin pasti air zam-zam sebaiknya minum dari tangki besar yang selalu diletakkan di bagian dalam masjid dekat tempat melakukan sholat.
Menanti Pagi Ala Mekkah
Kegiatan di Mekkah tidak berbeda jauh dengan saat berada di Madinah, sekitar pukul 4 semua orang sudah mulai bergerak menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Jika di Madinah selesai subuh biasanya saya mencari segelas kopi hangat di gerai kopi pojok Masjid Nabawi kali ini saya duduk-duduk di tangga depan kedai makanan sembari menikmati segelas kopi atau teh susu hangat dan beberapa potong makanan ringan dari kedai setempat. Sesekali saya memilih untuk menikmati es krim atau minuman ringan bersoda. Menu yang sedikit random tetapi menyenangkan.
Awalnya saya sempat bingung saat melihat bahwa orang-orang di sini senang sekali ngampar dan makan bersama di mana pun mereka berada. Satu saat papa akhirnya penasaran untuk mencoba menikmati makan ala warga setempat. Seems like what people said that If you wanna be local, do what local do is right. Breakfast was SUPER FUN!! Ternyata seru juga, tidak hanya bisa menghabiskan waktu lebih bersama keluarga saya juga bisa melihat berbagai macam kegiatan pagi hari yang berlangsung di kawasan sekitar masjid. Salah satunya para pedagang kaki lima yang berjualan sambil kejar-kejaran dengan keamanan setempat.
Mayoritas pedagang kaki lima di kota Mekkah bukanlah penduduk setempat. Melainkan orang-orang yang sepertinya berasal dari Afrika. Merka berjualan dengan membawa satu buntalan besar yang berguna sebagai kantung barang dagangan sekaligus alas untuk mereka berdagang. Entah bagaimana tetapi mereka seperti sudah hafal tanda-tanda jika ada petugas keamanan mendekat. Dalam hitungan detik semua pedagang kaki lima hiilang seketika berikut barang dagangannya. Saat saya berada di sana trend "om telotet om" tengan melanda dunia, dan kota ini pun tidak lepas dari trend tersebut. Beberapa padagang kaki lima terdengar menawarkan dagangannya sembari berujar "Telolet Om Telolet, Hamsah Riyal...Hamsah Riyal". Saya pun tergelak mendengarnya.
Belanja Di Tanah Suci
Bohong jika saya bilang tidak berbelanja apa pun saat berada di Mekkah. Sesekali selesai dari masjid saya juga menyempatkan diri untuk melihat toko-toko yang ada. Barang-barang yang dijual di sini kurang lebih sama dengan yag dijual di kota Madinah, namun di sini Anda sebaiknya jangan menawar terlalu jauh dari harga yang mereka tawarkan. Para pedagang di sini lebih "galak" dalam hal menawarkan. Jika memang hanya ingin sekadar melihat-lihat sebaiknya saat masuk ke dalam toko katakan dulu bahwa hanya ingin melihat-lihat dulu dan belum tentu membeli. Di sini juga ada toko serba 2 Riyal, namun hati-hati beberapa barang tidak benar-benar seharga 2 Riyal. Sebaiknya tanyakan lagi harga barang yang ingin dibeli.
Belantara Beton Di Sekitar Masjidil Haram |
Berlokasi cukup jauh dari Benua Asia ternyata tidak membuat kota ini terhindar dari barang-barang buatan Cina. Jangan kaget saat hijab atau selendang yang sedang dilihat tertulis jelas MADE IN PRC, atau baju koko bahkan kosmetik bermerk Arab namun saat dibaca di bagian label tercetak MADE IN CHINA. Buatan Cina bukan berarti jelek, justru harganya malah lebih ekonomis, tapi masalah kualitas ya bisa ditakar sendiri lah.
Barang-barang yang dijajakan di gerai-gerai sepanjang jalan sudah barang tentu bukan barang bermerk. Salah seorang teman saya berkata bahwa ada beberapa barang yang memang lebih murah di beli di Mekkah. Jika memang berminat mencari, silahkan masuk dan berkeliling di dalam Zam-Zam Tower. Bagi perempuan lebih baik jangan berbelanja sendiri, selain karena seluruh pramuniaga setempat adalah kaum adam, belum lagi ada beberapa toko yang menerapkan peraturan bahwa hanya bisa masuk ke dalam toko jika bersama keluarga. Bagi para penggemar kopi Amerika alias Starbucks seperti saya gerai Starbucks di Mekkah berada di dalam Zam-Zam Tower lantai 2. Berbeda dengan gerai Madinah yang antrian dijadikan satu, gerai Mekkah membuah dua antrian yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki. Hal yang menyenangkan adalah antrian perempuan lebih diprioritaskan di sini.
Uji Kesabaran Di Tanah Haram
Berbeda dengan Madinah yang walaupun banyak dikunjungi oleh orang dari berbagai negara namun dominasi penduduk asli masih kental terasa di sana. Berbeda dengan Mekkah yang terasa lebih beragam. Bagi saya Mekkah memiliki rasa Jakarta, dengan berbagai keberagaman suku bangsa dan juga bahasanya. Banyak orang dari berbagai penjuru dunia yang datang mengadu nasib ke kota ini. Mencoba mencari rezeki halal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di sini juga saya menemukan pembelajaran bahwa mungkin benar yang dibilang bahwa kesabaran itu memang seharusnya tidak ada batasnya. Entah karena udara kota yang terbilang selalu panas atau bagaiaman tetapi tingkat kesabaran seseorang di sini bisa sangat teruji. Jangan heran jika sedang mengantri rapat untuk keluar dari gerbang majid tiba-tiba ada orang yang seenaknya berehenti untuk mengakat telfon dan mengobrol tanpa mempedulikan antrian di belakangnya. Atau jika tiba-tiba ada yang "menyeruduk" padahal jelas-jelas mereka yang salah jalur.
Kursi roda nampaknya menjadi salah satu alat transportasi utama di sini, tapi sayangnya tidak semua pengguna dan pendorong kursi roda peduli terhadap orang lain. Walaupun prioritas namun bagi saya bukan berarti bisa seenaknya melindas kaki orang lain. Dan kasus terlindas roda kursi roda bukan hanya sekali dua kali saya temukan. Sabar, karena belum tentu juga yang melindas tersebut akan meminta maaf, bisa jadi malah dia yang marah karena merasa terhalangi jalannya. Saya pun tidak heran karena jauh-jauh hari sudah banyak yang menasehati saya supaya banyak bersabar jika berada di kota ini.
Pergi Untuk Kembali
Perjalanan saya di kota Mekkah memang hanya berlangsung selama 5 hari saja, namun kota ini meninggalkan bekas yang cukup dalam bagi saya. Banyak pelajaran hidup yang saya bisa petik di kota ini. Toleransi dan kesabaran adalah dua hal di antaranya.
My Lovely Parents |
Saya pun pergi dari kota ini namun berjanji untuk kembali. Semoga doa ini bisa terkabul dan saya bercita-cita untuk kembali dengan seluruh anggota keluarga. Semoga kami semua diberikan umur panjang dan juga kenikmatan untuk sama-sama belajar di kota Mekkah ini. Amin.
Baca Juga:
No comments:
Post a Comment