Movie Review: Night at Museum 3: The Secret Tomb, Saat Museum (kembali) Hidup

"Night at Museum 3: The Secret Tomb"
Saat Museum (kembali) Hidup

Sumber Foto: www.google.com
Yuhuuuuuu...akhirnya prequel film yang satu ini keluar juga. Jeda yang cukup lama, mengingat sequelnya sendiri muncul pada tahun 2009 silam. Buat saya pribadi film ini selalu menarik untuk ditonton, ya mungkin karena saya termasuk orang yang cukup menyukai sejarah. Jadilah film kehidupan malam museum ini selalu menyita perhatian saya. 

Film ketiga yang juga di sutradarai oleh Shawn Levy ini mengambil latar belakang di dua museum yang terletak di dua benua, yaitu American Museum of Natural History di kota New York, Amerika Serikat dan British Museum of Natural History di kota London, Inggris. Para pemain yang bermain di dalam film ini juga masih sama dengan film sebelumnya, yaitu Ben Stiller (Larry), Robin Williams (Theodore Roosevelt), Owen Wilson (Jedediah), Steve Coogan (Octavius), Rami Malek (Ahkmenrah), Pattrick Gallagher (Atilla the Hun), Mizuo Peck (Sacagawea) dan Ricky Gervais (Dr. McPhee). Oh iya hampir saya lupa, aktor kawakan Hugh Jackman juga hadir menjadi cameo kali ini.

Permasalahan yang diangkat oleh film ketiga ini juga tidak jauh berbeda dengan dua film sebelumnya, yaitu tentang the tablet of Ahkmenrah benda yang mampu menghidupkan seluruh museum saat malam hari tiba. Kali ini the tablet of Ahkmenrah tiba-tiba berkarat dan berubah menjadi hijau, hal ini juga membuat seisi museum mulai kehilangan kekuatannya untuk "hidup". Ahkmenrah mengatakan bahwa hanya sang Ayah yang mengetahui rahasia kekuatan tablet tersebut, dan sang Ayah berada di Bristish Museum of Natural History. Larry dan "para petinggi" museum pun akhirnya terbang ke London untuk menemui Merenkahre (ayah Ahkmenrah) dan menanyakan bagaimana cara mengembalikan tablet itu seperti sedia kala.

Keseruan terjadi saat seisi museum di London itu akhirnya "hidup" untuk pertama kalinya, di tengah-tengah kesulitannya menghadapi kehidupan baru museum tersebut, Larry bertemu dengan Sir Lancelot, ksatria yang berasal dari zaman Raja Arthur membantu mereka. Ksatria yang akhirnya malah membuat mereka menghadapi kesulitan terbesar nantinya.

Seperti biasa, film ini menawarkan efek grafis yang luar biasa, terutama saat scene dimana rasi bintang Orion muncul, di saat kerangka tulang Tyrex bermain bersama dengan kerangka tulang Triceratops, saat patung Xiangliu mahluk mitologis ular berkepala sembilan dari negeri Cina membuat salah satu kepalanya menjadi simpul ikatan mati atau saat empat buah patung metal Singa berukuran raksasa menjadi hidup dan bermain-main di tengah kota. Well, saya pribadi tidak pernah merasa dikecewakan oleh efek-efek yang dihadirkan oleh film yang di produksi oleh 1492 Pictures ini.

Film ini sangat ringan dan "ketebak" jalan ceritanya, dengan nuansa ending yang sedikit berbeda dengan dua film sebelumnya. Walaupun diberi label R (Remaja) oleh bioskop setempat, namun saya rasa film ini sangatlah cocok untuk disaksikan bersama dengan keluarga Anda, saya pastikan Anda sekeluarga akan tergelak-gelak di dalam Bioskop sana.
 

No comments:

Post a Comment