"Suaka" Mungil Serba Putih Iwet Ramadhan, Hunian Bernuansa Tenang

Article on HELLO! Indonesia, Edisi Agustus 2015. Iwet Ramadhan
“SUAKA” MUNGIL SERBA PUTIH
IWET RAMADHAN
HUNIAN BERSUASANA TENANG

“Apartemen ini adalah suaka, tempat saya berlindung”


Berbeda dengan kediaman-kediaman sebelumnya yang biasanya berada di lingkungan perumahan atau wilayah padat penduduk, kali ini HELLO! Indonesia menyambangi satu hunian yang berada di apartemen pencakar langit yang terletak di kawasan Jakarta Pusat. Dengan senyuman lebar, sang pemilik apartemen, Iwet Ramadhan membukakan pintu apartemennya bagi kami. Dalam perbincangan seru pagi itu, ia menuturkan tentang konsep kediaman dan juga tentang kecintaannya terhadap batik Indonesia.

EKLEKTIK MINIMALIS 
Nuansa serba putih langsung terlihat saat masuk ke dalam apartemen milik penyiar radio kawakan Tanah Air bernama lengkap Wethandrie Ramadhan (33) tersebut. Lukisan ayam berukuran besar tampak menghiasi bagian dinding foyer apartemen. Satu buah anglo beserta peralatan untuk membatik juga terpajang di lumpang kayu yang difungsikan sebagai meja dan diletakkan tepat di bawah lukisan tersebut. Suasana etnik makin terasa dengan beberapa helai kain tenun Nusantara yang tampak sengaja disampirkan di sisi sofa ruang santai yang berada di sebelah kanan foyer. Saat ditanya mengenai alasannya lebih memilih tinggal di sebuah apartemen dibandingkan rumah, ia mengakui bahwa memiliki apartemen di tengah kota telah menjadi cita-citanya sejak lama. “Kalau tidak salah cita-cita itu saya ucapkan pada tahun 2001. Alhamdulillah berhasil terwujud,” tuturnya mengawali percakapan di pagi yang cerah.

Apartemen ini pun dituturkan Iwet memiliki nilai tersendiri bagi dirinya, mengingat ini merupakan properti pertama yang dimiliki oleh lelaki kelahiran Yogyakarta, 24 Juli 1981 silam ini.


“Saya membeli apartemen ini sejak tahun 2010, tetapi baru pada tahun 2013 mulai menempatinya. Selain menjadi bagian dari cita-cita saya membeli apartemen, ini sebenarnya perwujudan dari rasa trauma saya kalau harus tinggal di rumah,” ujarnya sambil tertawa kecil. “Alasannya sebenarnya sederhana tapi tricky. Yang pertama, sulit bagi saya kalau harus bersih-bersih rumah saat pembantu tidak ada. Yang kedua, pastinya saya akan repot apabila harus pergi meninggalkan rumah, mengingat tidak mungkin rumah dibiarkan kosong begitu saja. Saya harus menitipkannya kepada orang lain yang dipercaya,” ceritanya lebih lanjut. Membeli apartemen pun akhirnya menjadi solusi baginya.

Menurut Iwet, menempati satu apartemen mungil dengan luas sekitar 63 meter persegi sudah sesuai dengan porsi kebutuhannya saat ini, walaupun ia juga mengaku sedang berpikir untuk membeli properti lainnya. “Masih bingung, antara rumah atau apartemen lagi, tapi yang lebih luas sekitar 100 hingga 200 meter persegi. Tetapi kalau rumah, cita-cita saya rumah itu harus berada di kawasan Menteng atau kalau minggir sedikit, di Jalan Brawijaya,” lanjutnya sambil kembali tergelak.
 
Apartemen yang memiliki dua kamar tidur ini dan salah satu kamarnya telah difungsikan sebagai ruang belajar serta walk-in closet oleh sang pemilik, tampak sarat dengan sentuhan perabot minimalis dengan sedikit sentuhan industrialis. Unsur kayu dan warna-warna natural mendominasi di sana. “Dikaitkan dengan denah rumah, tidak ada perubahan yang cukup signifikan dari sebelumnya. Saya hanya mengubah secara besar-besaran dari segi warna,” jelas lelaki yang memulai kariernya di dunia penyiaran sejak masih kuliah di Bandung. Warna apartemen yang sebelumnya gelap pun diubah menjadi warna dasar putih. “Kenapa putih? Alasannya karena saya memang akan menata interior apartemen ini dengan gaya eklektik di mana terdapat perpaduan antara nuansa minimalis modern dan juga nuansa etnik yang cukup kental. Selain itu, untuk pribadi, warna putih itu bisa membuat saya menjadi lebih tenang,” paparnya.
 
KISAH DI DALAM APARTEMEN 
Lelaki yang gemar melakukan perjalanan sendiri ini menuturkan bahwa selalu ada cerita di balik semua benda yang ia letakkan di dalam apartemennya. Tidak hanya benda dari pelosok Tanah Air, namun banyak juga barang yang berasal dari penjuru negara di dunia, salah satunya adalah beberapa perabot yang berasal dari Negeri Tirai Bambu yang terlihat apik menghias apartemen ini. “Satu kotak kayu besar di depan itu diberikan oleh Papa saya. Kotak kayu itu beliau bawa dari Taiwan bersama dengan sketsel yang sekarang saya fungsikan sebagai headboard di kamar tidur saya. Itu sekitar tahun 1978 atau 1979. Saat itu Papa masih menjadi pilot pesawat hercules,” tuturnya berkisah. “Sebenarnya ada tiga barang pemberian Papa di apartemen ini, satu lagi yaitu lumpang besar yang saya letakkan di foyer,” tambahnya.
 
Lelaki keturunan Sumatera dan Jawa ini tampaknya memiliki ketertarikan khusus terhadap budaya Cina. Tidak hanya satu kotak kayu besar dan sketsel dengan detail batu giok yang berkisah tentang Kerajaan Cina berada di sana, tetapi juga hiasan kotak obat berwarna merah khas negeri tersebut, dan sepasang patung singa penjaga yang dalam bahasa Cina dikenal dengan sebutan Shi di negeri asalnya, atau juga dikenal dengan sebutan Foo Dogs di Barat. “Walaupun tidak ada garis keturunan Cina, tetapi saya selalu merasa bahwa saya ini separuh Cina,” ungkap Iwet serius sambil kembali tertawa ringan.
 
Sementara itu, dua lukisan unggas berukuran besar tampak cantik menghias dinding di apartemen ini, yaitu lukisan ayam dan lukisan anak kecil sedang bermain di antara kerumunan anak itik. “Lukisan ini adalah lukisan yang istimewa bagi saya,” papar Iwet seraya menunjuk lukisan ayam di area foyer. “Pertama, karena ayam adalah shio saya, dan kedua, karena yang melukisnya juga orang yang istimewa bagi saya. Lukisan ini sangat indah, bisa terlihat dari guratan-guratan garis yang tegas yang membuat lukisan itu semakin tampak indah. Selain itu, lukisan yang lainnya adalah pemberian adik sang pelukis lukisan ayam,” lanjutnya lagi.
 
Bangunan yang belum rampung total menjadi kendala bagi sarjana lulusan jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan Bandung ini. Permasalahannya terbilang klasik, yaitu kontraktor yang molor dari waktu pengerjaan. Akhirnya ia pun sempat harus tinggal dengan kondisi jendela dan kitchen set yang belum terpasang. “Jadi ya bolong-bolong gitu temboknya. Tapi ya saya tahan-tahanin saja, ha ha ha....,” tuturnya terbahak.
 
APARTEMEN INI SUAKA SAYA 
Mengaku sebagai orang yang perfeksionis, Iwet menuturkan bahwa dia juga menjadi orang yang mudah dijangkiti oleh perasaan tertekan. Dirinya selalu mencoba untuk berkompromi semaksimal mungkin dengan lingkungan yang ia hadapi setiap hari. Keberadaan apartemen ini pun menjadi satu suaka yang nyaman baginya. “Ini adalah tempat saya berlindung. Satu-satunya tempat saya bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan saya. Baik dari nuansa maupun suasananya. Setiap saya masuk ke dalam apartemen ini dan menutup pintu, saat itu juga saya terputus dari dunia luar.
 
Saya bahkan tidak memasang jam dinding di sini. Suasana sunyi dan tenang merupakan andalan rumah ini,” jelasnya.
 
“Biasanya sesampainya di rumah, saya menyalakan lantunan musik santai, lalu membuat kopi atau teh atau menikmati santap malam. Sesekali saya menonton televisi atau membaca buku, lalu istirahat,” paparnya lebih lanjut. Iwet mengatakan bahwa meskipun kamar tidur adalah ruang favoritnya, ia sering menghabiskan waktu untuk bekerja dan melakukan kegiatan lainnya di ruang makan.
 
KECINTAANNYA BERKARYA 
Hingga saat ini Iwet masih menjadi berprofesi menjadi penyiar di Cosmopolitan FM, namun dirinya juga kini disibukkan oleh kegiatan lain di antaranya adalah menjadi Head of Program and Marketing Communication bagi radio-radio yang berada di bawah naungan MRA (Mugi Rekso Abadi-Red) “Segala sesuatu yang terdengar dan terlihat dari radio-radio MRA itu menjadi salah satu tanggung jawab saya sekarang. Kegiatan ini boleh dibilang salah satu hal yang paling menyita waktu saya,” tuturnya sambil tersenyum. “Pekerjaan yang satu itu cukup memberi tantangan, karena itu merupakan dunia yang baru bagi saya,” lanjutnya.
 
Selain sibuk dengan dunia radio, Iwet juga tengah disibukkan dengan lini fashion batik yang didirikannya, yaitu TIKprive. Ia mengatakan bahwa kini konsentrasinya sedang dipusatkan ke sana. “Akan ada koleksi dan juga hal baru yang rencananya akan diluncurkan pada bulan Oktober mendatang, sehingga saya sedang sibuk memikirkan motif- motif baru untuk koleksi kami. Juga akan terdapat kolaborasi antara saya dengan salah satu desainer Tanah Air. Belum lagi rencananya saya juga akan segera membuka gerai TIKprive di pusat perbelanjaan Senayan City. Gerai ini nantinya akan menarik, tidak terlalu besar hanya sekitar 150 meter persegi tapi nanti para pengunjung tidak hanya datang untuk sekadar berbelanja. Mereka juga bisa belajar tentang batik di sana,” tuturnya bersemangat.
 
Lelaki yang pernah ikut bermain dalam film Arisan! 2 ini mengakui bahwa kecintaannya terhadap batik sejak kecil bisa disebut menjadi faktor utama yang mendorongnya untuk membuka bisnis di bidang batik. Dirinya pun kini serius menekuni dunia batik, ia bahkan rela untuk menjelajahi desa-desa di pelosok Yogyakarta, Pekalongan dan daerah-daerah lain di Tanah Air demi bertemu langsung dengan para pengrajin batik rumahan di sana.

“Alasan utama saya mencari batik hingga ke pelosok karena yang saya cari adalah kualitas hasil batiknya bukan hanya sekedar tampak luarnya saja. Bagaimana proses batik itu dibuat juga menjadi faktor yang penting. Ada satu desa di Pekalongan di mana di setiap rumahnya pasti ada pengrajin batik halusnya, hal itu sangat menakjubkan,” lanjutnya.

Ia juga mengatakan bahwa bukan hanya sekadar berbisnis, tetapi ia juga memiliki misi tersendiri dalam dunia batik ini. “Saya bertekad untuk mengenalkan batik secara lebih baik lagi kepada masyarakat Indonesia. Sekarang ini memang banyak orang yang mengenakan batik, namun kebanyakan masih belum mengerti makna di balik keindahan kain batik itu sendiri. Saya ingin bisa turut mengedukasi orang banyak, supaya mereka tahu apa makna batik yang sebenarnya. Karena yang diangkat oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda itu adalah teknik membatiknya, bukan hanya hasil akhirnya,” kata Iwet menambahkan. “Saya tidak bisa membayangkan jika warisan budaya tak benda itu akan hilang begitu saja ditelan waktu tanpa ada yang berusaha untuk mengenalkannya ke masyarakat luas dengan baik,” tandasnya yakin.

Aktif menjalani berbagai macam profesi mulai dari menjadi seorang penyiar radio, head of program and marketing communication, pengusaha, desainer, pembawa acara hingga beberapa profesi lainnya membuat orang lain berpikir bahwa Iwet adalah sosok multitasker, orang yang tidak bisa memusatkan pikirannya di satu bidang saja. Karena baginya, membatasi diri adalah hal yang tidak baik untuk dilakukan.

“Saya ini memang senang belajar. Mungkin bagi orang terlihat saya ini tidak fokus, tapi itulah saya. Saya pun selalu berusaha untuk bisa melakukan terbaik di berbagai bidang yang saya tekuni. Bagi saya, tidak boleh ada batasan-batasan saat saya ingin melakukan dan mengembangkan sesuatu. Well, let’s say sky is the limit,” kata Iwet menutup percakapan dengan HELLO! Indonesia pagi itu.

TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO: NICKY GUNAWAN (087885322924)
PENGARAH GAYA: BUNGBUNG MANGARAJA
ASISTEN PENGARAH GAYA: AULI CINANTYA
BUSANA: KOLEKSI PRIBADI


No comments:

Post a Comment