Makna Hari Kemenangan Bagi Surya Saputra & Cynthia Lamusu, Saatnya Berkumpul dengan Keluarga
Article on HELLO! Indonesia, Edisi July 2015. Surya Saputra & Cynthia Lamusu
MAKNA HARI KEMENANGAN BAGI
SURYA SAPUTRA & CYNTHIA LAMUSU
SAATNYA BERKUMPUL DENGAN KELUARGA
“Lebaran adalah saat untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga besar”
MAKNA HARI KEMENANGAN BAGI
SURYA SAPUTRA & CYNTHIA LAMUSU
SAATNYA BERKUMPUL DENGAN KELUARGA
“Lebaran adalah saat untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga besar”
Suasana hangat dan gelak tawa mewarnai ruangan tempat Tim HELLO! Indonesia mewawancarai Surya Saputra (39) dan Cynthia Lamusu (33). Pasangan yang menikah tahun 2008 silam ini berbagi cerita tentang kesibukan mereka dan juga kebiasaan yang selalu ada di kediaman mereka saat hari kemenangan tiba.
MAIN FILM BERSAMA
Ditemui oleh HELLO! Indonesia di sela-sela persiapan peluncuran film terbaru mereka yang berjudul Ayat-ayat Adinda, Surya mengakui bahwa kini ia tengah menikmati masa liburan. “Lagi jadi mandor di rumah yang kebetulan juga sedang renovasi. Ya, sambil menikmati masa- masa liburan,” tuturnya santai. Lelaki kelahiran Jakarta 5 Juli 1975 ini mengatakan bahwa banyak kerabatnya yang akan berkunjung ke Jakarta dalam waktu dekat sehingga ia memutuskan untuk tidak menerima tawaran pekerjaan apa pun saat ini.
Sementara itu, sang istri sedang disibukkan dengan proyek peluncuran single baru bersama dengan Be3, Lucy Rahmawati dan juga Bebi Romeo. “Proyek yang cukup unik, karena ini juga kali pertama kami berkolaborasi dengan Lusy (mantan anggota AB Three). Proyek ini juga terbilang seru, karena banyak penggemar kami dari zaman dulu akhirnya berkumpul kembali. Bisa dibilang ini proyek kangen- kangenan kami,” papar Cynthia.
Bercerita tentang pengalamannya bermain film Ayat-ayat Adinda bersama sang suami, perempuan berdarah Sulawesi ini sontak bersemangat. “Film ini istimewa bagi saya. Karena ini baru pertama kali saya bisa melakukan adegan dalam satu frame dengan Mas Surya. Dulu memang pernah main film bersama di Arisan 2, tapi tidak satu frame. Nah, kalau yang ini kami benar-benar beradu akting,” ungkapnya. “Jujur, saya gugup sekali, terlebih Mas Surya kan sudah makan asam garam dunia seni peran. Akhirnya, seminggu sebelum proses syuting dimulai, saya sempat cerewet mengajaknya untuk terus-menerus latihan,” lanjutnya disambut tawa ringan sang suami. Cynthia bersyukur bahwa ternyata saat pengambilan gambar, semua berjalan dengan baik. Ia juga mengatakan bahwa Surya-lah yang berhasil membuat dirinya menjadi percaya diri dan menjalani proses pengambilan gambar dengan nyaman.
BAHAGIA SEKALIGUS SEDIH
Menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan membuat hari kemenangan Idul Fitri pasti memiliki arti tersendiri bagi setiap individu Muslim di dunia ini, begitu juga yang dialami oleh pasangan yang pernah memenangkan kompetisi dansa berpasangan di salah satu televisi swasta pada tahun 2008 silam tersebut.
Menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan membuat hari kemenangan Idul Fitri pasti memiliki arti tersendiri bagi setiap individu Muslim di dunia ini, begitu juga yang dialami oleh pasangan yang pernah memenangkan kompetisi dansa berpasangan di salah satu televisi swasta pada tahun 2008 silam tersebut.
Surya Saputra menuturkan bahwa baginya, Lebaran adalah hari yang penuh dengan kemenangan dan ia justru lebih memaknai usaha yang dilakukan sebelum hari kemenangan itu tiba, yaitu saat bulan Ramadan. “Kemenangan yang kita dapatkan pada Hari Idul Fitri merupakan buah yang kita petik dari proses yang telah kita lakukan sebelumnya. Setelah kita selama sebulan beribadah penuh, berintrospeksi diri, bercermin untuk memperbaiki diri dan juga memperbanyak pahala,” jelas Surya sambil tersenyum. “Karena bagi saya, bulan Ramadan adalah bulan dimana amal ibadah kita Insya Allah diterima dan juga diridhai oleh Allah SWT. Jika tidak diridhai oleh Allah SWT, maka apa pun yang sedang kita kerjakan tidak akan ada hasilnya. Hasilnya pun tidak benar. Jadi saya selalu berusaha mengerjakan seluruh ibadah dengan baik di bulan Ramadan, puasa dengan sungguh- sungguh, berupaya rajin shalat tarawih, memperbanyak bacaan Alquran, dan juga melakukan perbuatan baik sebanyak- banyaknya,” katanya menambahkan.
Sedangkan Cynthia yang kelahiran Jakarta, 12 April 1978 ini mengatakan bahwa ia memaknai Idul Fitri dalam dua sudut pandang. “Yang pertama, Lebaran adalah hari yang merupakan puncak setelah kita melakukan ibadah puasa Ramadan. Tapi biasanya jika malam takbir tiba saya malah kerap merasa sedih,” paparnya sendu. “Di bulan Ramadan itu saya kerap merasa lebih mellow, lebih sensitif dan peduli dengan kondisi alam dan lingkungan sekitar. Rasanya sudah otomatis ibadah kita menjadi lebih khusyuk saat Ramadan tiba. Maka dari itu, saat Ramadan akan berakhir, saya merasa sedih. Inginnya tiap hari saya bisa menikmati suasana seperti bulan Ramadan,” lanjutnya lagi. “Saya juga terus melakukan introspeksi diri dan meningkatkan kualitas saya saat beribadah,” tambah perempuan bernama lengkap Prilliany Cynthia Lamusu ini. Arti kedua Lebaran baginya adalah silaturahmi, saat dirinya dan suami bisa berkumpul dengan seluruh keluarga besar.
KENANGAN MASA KECIL
Tradisi sungkeman, meminta maaf kepada orangtua dan kerabat yang lebih tua dikatakan oleh lelaki peraih penghargaan Pemeran Pendukung Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2004 juga dijalankan dalam keluarga besarnya. Namun, sebelum menikah dengan Cynthia, dia mengaku tidak pernah merasakan tradisi pulang kampung atau mudik. “Mau mudik kemana? Saya asli anak Jakarta. Papa saya asli putra Betawi, sementara mama keturunan Betawi-Australia, jadi ya Jakarta ini kampung saya,” tuturnya tergelak. “Ya paling biasanya kalau lebaran saya ngider ke rumah kerabat-kerabat saja. Mengingat dari segi silsilah, keluarga saya termasuk keluarga yang muda, jadi biasanya kami yang mengunjungi, bukan dikunjungi,” tambahnya.
Tradisi sungkeman, meminta maaf kepada orangtua dan kerabat yang lebih tua dikatakan oleh lelaki peraih penghargaan Pemeran Pendukung Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2004 juga dijalankan dalam keluarga besarnya. Namun, sebelum menikah dengan Cynthia, dia mengaku tidak pernah merasakan tradisi pulang kampung atau mudik. “Mau mudik kemana? Saya asli anak Jakarta. Papa saya asli putra Betawi, sementara mama keturunan Betawi-Australia, jadi ya Jakarta ini kampung saya,” tuturnya tergelak. “Ya paling biasanya kalau lebaran saya ngider ke rumah kerabat-kerabat saja. Mengingat dari segi silsilah, keluarga saya termasuk keluarga yang muda, jadi biasanya kami yang mengunjungi, bukan dikunjungi,” tambahnya.
Beda di Jakarta, beda pula di Gorontalo. Suasana Lebaran biasanya memang lebih kental terasa di daerah ketimbang di kota besar seperti Jakarta. Hal ini juga yang diakui oleh perempuan yang kini tengah menekuni usaha kuliner khas Gorontalo. “Di Gorontalo itu mayoritas penduduknya menganut agama Islam, jadi saat Lebaran tiba banyak sekali tradisi yang dilakukan di sana. Salah satunya adalah tradisi Tumbilotohe,” cerita Cynthia antusias. “Selama lima hari sebelum Lebaran tiba, semua rumah akan memasang lampu minyak atau obor di depan rumahnya untuk menggantikan lampu listrik. Filosofinya adalah untuk menyambut malam Lailatul Qadar, malam-malam ganjil menjelang berakhirnya Ramadhan,” lanjutnya lagi.
“Ada juga yang namanya tradisi Mohile Zakat. Tradisi ini adalah ketika anak-anak kecil akan berkeliling ke rumah penduduk membawa lampu minyak atau obor, lalu mengetuk pintu rumah penduduk sambil berkata Mohile Zakat. Nah, setelah itu biasanya mereka akan diberi uang oleh pemilik rumah,” tuturnya lagi.
“Waktu kecil, saya juga seperti itu. Lucunya, dulu saya dan teman-teman terbilang cukup kreatif. Kami berpikir agar mendapat zakat yang lebih banyak, kami menggunakan trik dengan mengenakan pakaian yang sudah agak jelek, dan trik itu berhasil. Saat lebaran tiba, saya dan teman- teman akan berhitung siapa yang paling banyak mendapatkan uang dari Mohile Zakat,” lanjutnya tergelak. “Pernah satu ketika ternyata rumah yang saya ketuk itu adalah rumah temannya Opa (kakek-Red) lalu beliau berkata, “Lho ini kan cucunya Opa John, kamu ngapain ikut minta zakat?” Haha....karena memang biasanya yang minta zakat itu orang yang kurang mampu, tetapi di sana tradisi tersebut jadi tradisi seru- seruannya anak kecil, sehingga semuanya ikut Mohile Zakat,” jelasnya.
Kemeriahan Lebaran tentunya tidak lengkap tanpa kehadiran makanan-makanan khas Hari Raya di atas meja. Buah atep atau lebih dikenal dengan sebutan kolang-kaling menjadi menu wajib yang selalu hadir di atas meja orang Betawi. Sementara menu bernama kuah bugis, buras serta kue kerrawang menjadi makanan wajib bagi orang Gorontalo saat merayakan Idul Fitri. “Sekarang isi sajian kami saat Lebaran merupakan perpaduan antara makanan khas Betawi dan Gorontalo,” tutur Cynthia yang mengawali karier bernyanyinya dengan mengikuti kompetisi Asia Bagus di tahun 1995 ini.
Saat ditanya mengenai keinginan merasakan suasana hari kemenangan di luar negeri, pasangan yang ternyata sudah pernah merasakan suasana Lebaran di negara orang ini mengakui bahwa menikmati hari kemenangan itu paling pas jika berada di negara sendiri. “Tetap lebih nikmat di negara sendiri, belum lagi seluruh keluarga besar juga memang berada di sini,” ungkap Surya. “Betul, Lebaran harus dinikmati bersama seluruh keluarga besar. Walaupun tahun ini kami tidak mudik ke Gorontalo, masih ada keluarga besar lainnya yang berada di Jakarta,” tambah Cynthia sekaligus menutup percakapan dengan HELLO!
TEKS: SYAHRINA PAHLEVI
FOTO: VANESSA BERNADETTE (082114169440)
PENGARAH GAYA: LISTYA DIAH
BUSANA: ZARA & KOLEKSI PRIBADI
BUSANA: ZARA & KOLEKSI PRIBADI
AKSESORI: MARKS & SPENCER
PENATA RIAS & RAMBUT: THEA CHRISTY (081908672672)
Sumber: Majalah HELLO! Indonesia, July 2015 Edition
Rubrik: Celeb News
Baca Juga:
No comments:
Post a Comment